Jakarta (Greeners) – Padatnya hutan beton dan perumahan di wilayah Jakarta pada akhirnya membuat kota ini kerap kali diserang Banjir karena minimnya ruang terbuka hijau dan tanah serapan. Hal ini diperburuk dengan kealpaan masyarakat ibu kota terhadap masalah lingkungan mereka sendiri.
Berangkat dari kondisi tersebut beberapa orang pemuda yang memiliki kepedulian yang sama mendirikan suatu wadah bernama Transformasi Hijau. Berdiri sejak lima tahun lalu, tepatnya pada 30 Mei 2010, Transformasi Hijau lahir untuk mengisi kealpaan aktivitas lingkungan hidup di Jakarta.
“Kegiatan lingkungan itu kan sebenarnya bisa dilakukan di Jakarta tanpa harus jauh-jauh keluar kota,” ujar Direktur Transformasi Hijau, Hendra Michael Aquan, kepada Greeners pada Selasa (10/11) lalu di Jakarta.
Menurut Hendra, selain kurangnya ruang publik yang sehat, ketiadaan ruang hijau di Jakarta juga membuat Jakarta sepi akan jenis flora dan fauna. Hal ini, lanjut Hendra, berakibat pada miskinnya pengetahuan dan pengalaman masyarakat Jakarta akan jenis flora dan fauna.
Padahal menurut Hendra, pengetahuan dan kepedulian masyarakat terhadap lingkungan akan terbangun dengan adanya keberagaman mahluk hidup di sekitarnya. Oleh karenanya sangat penting membangun pola pikir masyarakat akan pentingnya ruang hijau di Jakarta.
“Karena fungsinya selain sebagi tempat istirahat, tempat rekreasi dan refreshing, (ruang hijau) juga bisa sebagai tempat burung-burung atau satwa liar perkotaan itu tinggal,” jelas Hendra.
Oleh karena itu, Transformasi Hijau lebih mengarahkan aktifitasnya pada kegiatan-kegiatan yang bersifat edukasi di ranah lingkungan. Hendra beranggapan bahwa kegiatan yang bersifat edukasi lebih cocok untuk masyarakat Jakarta karena sangat jarang bersentuhan dengan alam liar.
Proses kegiatan lingkungan di Jakarta yang dilakukan Hendra dan beberapa pendiri Transformasi Hijau sendiri sudah dilakukan sejak jauh-jauh hari sebelum komunitas ini berdiri. Hendra sedikit bercerita bahwa ia dan enam orang lainnya telah melakukan berbagai kegiatan lingkungan di Jakarta sejak 2006.
Embrio Transformasi Hijau ditelurkan melalui kegiatan-kegiatan di hari peringatan lingkungan, seperti Hari Lahan Basah dunia yang jatuh pada 2 Februari dan Hari Lingkungan Nasional pada 5 Juni.
Salah seorang pendiri lainnya, Sarie Wahyuni, mengaku bahwa awalnya tidak terlintas di pikiran mereka untuk mendirikan sebuah komunitas. Kebutuhan akan mendirikan sebuah komunitas, baru tercetus setelah empat tahun mereka melakukan kegiatan lingkungan.
Sarie pun menambahkan bahwa ide pembentukan komunitas ini bukanlah untuk eksistensi para pendirinya. Ia justru menyebut relawan sebagai faktor terpenting di balik berdirinya Transformasi Hijau.
“Karakteristik anak muda urban di Jakarta kan gitu ya, selalu membutuhkan identitas di setiap kegiatan mereka,” ujar Sarie sembari tertawa kecil.
Sarie memang tidak menampik bahwa anak muda adalah sasaran mereka untuk dijadikan relawan. Anak muda, menurutnya mempunyai waktu yang masih relatif panjang untuk belajar, selain juga energi berlebih yang dimilikinya.
Baik Sarie maupun Hendra sama-sama mengakui bahwa keberadaan anak muda sebagai relawan membuat Transformasi Hijau senantiasa memiliki energi berlebih untuk tetap memberikan edukasi lingkungan kepada masyarakat.
Anak-anak muda yang menjadi relawan Transformasi Hijau juga kerap menjadi jembatan penghubung antara permasalahan lingkungan dan anak muda lainnya agar lebih peduli terhadap lingkungan.
“Core kita memang pemuda, dari dulu sampai sekarang,” ujar Hendra setengah memuji relawan Transformasi Hijau.
Saat ini Transformasi Hijau beralamat di Jl. M.Kahfi 1 No.8A Cilandak Jakarta Selatan. Aktifitas mereka juga dapat dipantau melalui akun media sosial twitter @trashicool.
Penulis: TW/G37