Jakarta (Greeners) – Khawatir akan rusaknya keindahan alam di gunung Tampomas, komunitas bernama Tampomas Bicara lahir, aktif membicarakan dan mengedukasi masyarakat khususnya para pendaki gunung untuk ikut berpartisipasi dalam melestarikan kawasan pendakian gunung Tampomas.
Gunung Tampomas adalah gunung satu-satunya di kota Sumedang, Jawa Barat yang kerap menjadi tujuan aktivitas pendakian bagi warganya maupun dari luar daerah.
Namun, kini gunung Tampomas diklaim memiliki segudang masalah dan tantangan, selain kerap dijadikan tempat penggalian pasir, di kaki gunung Tampomas juga sering dijadikan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah.
Komunitas Tampomas Bicara berdiri sejak Juli 2017, dengan anggota awal 10 orang dari latar belakang yang berbeda, seperti aktivis lingkungan, pegiat outdoor, dan pegiat media yang fokus dalam produksi video.
“Sebagai orang Sumedang yang memiliki hobby dan karir di bidang lingkungan. Saya ingin berkontribusi untuk menyelesaikan persoalan atau masalah yang ada di Sumedang. Ternyata di Sumedang itu banyak komunitas pecinta alam, tapi mereka gak tau tentang alam itu sendiri dan belum mendapatkan wawasan, ilmu, teori tentang nature, keseimbangan alam dan konservasi,” ujar Jibriel Firman Sofyan, selaku pendiri Tampomas Bicara saat dihubungi Greeners beberapa waktu lalu.
Jibril menambahkan bahwa para pendaki masih banyak yang “hanya tau naik gunung tapi tidak tau alam itu bekerja dan tidak tau apa itu konservasi.”
Melalui Tampomas Bicara, Jibriel ingin menjaring orang-orang yang terbuka pikirannya yang punya daya juang, semangat, khususnya anak muda yang menjadi pentolan atau kader-kader unggul di Sumedang untuk ikut berpartisipasi dalam melestarikan gunung Tampomas.
Salah satu kegiatan rutin yang dilakukan oleh komunitas Tampomas Bicara ialah Duduk Ngelmu.
Duduk Ngelmu merupakan sebuah kajian, diskusi bersama para komunitas pecinta alam, seputar konservasi alam yang dilakukan seminggu sekali di basecamp Tampomas Bicara dan tur ke sekolah atau kampus yang ada di Sumedang.
Dalam kegiatan Duduk Ngelmu, Jibriel dan rekannya juga sering memberikan materi pembelajaran berupa sebuah video atau film pendek terkait isu nyata yang ada dan terjadi di gunung Tampomas.
Video yang juga diberi judul “Tampomas Bicara” ini, merupakan sebuah representasi kondisi saat ini di gunung Tampomas dan gambaran bagaimana jika sebuah gunung bisa berbicara.
“Ada kekeliruan istilah yang dipakai oleh para komunitas pecinta alam di Sumedang, harusnya sebagai pecinta alam itu dibuktikan dengan praktik nyata mencintai alam bukan sekedar kegiatan outdoor-nya. Yang namanya cinta harusnya memberikan dampak baik bukan sebaliknya. Kebanyakan justru pendaki itu sendiri yang memberikan dampak buruk,” tambah Jibriel.
Selain Duduk Ngelmu, banyak kesgiatan lain yang telah dilakukan Tampomas Bicara, diantaranya WORLD CLEANUP DAY SUMEDANG 2018 dan AKSI #SatuHariBersamaTampomas yang terdiri dari banyak acara yaitu Pungut Sampah Gunung, Teatrikal Gunung, Pemasangan Plang Jalur Pendakian, Kampanye Pendaki/Wisatawan yang ramah lingkungan.
Komunitas ini juga pernah melaksanakan aksi Rawat Tangkalku (program merawat pohon) dan Melak Tampomas (sebuah upaya inisiatif untuk penghijauan di gunung Tampomas Sumedang melalui penanaman pohon masal diikuti lebih dari 30 Komunitas) dan masih banyak kegiatan lainnya.
“Harapan kedepannya untuk jangka pendek, ingin menjadikan komunitas ini berbadan hukum bukan sekedar perkumpulan saja. Saat ini program terakhir kita ialah pendampingan masyarakat lokal di sekitar gunung Tampomas supaya secara legal bisa mengelola potensi wisata pendakian Gunung Tampomas. Kita dampingi dan bantu advokasi ke pemerintah, Perhutani dan BBKSDA Jabar agar secepatnya bisa direalisasikan,“ pungkas Jibriel.
Penulis : Diki Suherlan