Jakarta (Greeners) – Kekhawatiran akan parahnya ancaman kerusakan di Kepulauan Seribu membuat Smilling Coral Indonesia (SCI) banting setir. Awalnya sebagai eco tourism menjadi sebuah wadah yang lebih besar untuk masyarakat. Tujuannya tak lain untuk menjaga kehidupan ekosistem laut yang memiliki peranan penting melawan perubahan iklim.
SCI merupakan sebuah lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang kaum milenial peduli kelestarian lingkungan di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu DKI Jakarta gagas. Berdiri tepat dengan Hari Konservasi Alam Nasional, 10 Agustus 2010. SCI merupakan wadah dalam mencapai kemandirian dan kesejahteraan masyarakat melalui pendekatan ilmu kelautan, aktivitas konservasi kelautan, riset dan pengembangan ekowisata.
Ketua SCI Hermansyah mengatakan, demi menjangkau tujuan konservasi yang lebih luas pada masyarakat maka sejak tahun 2021 SCI telah berubah menjadi LSM.
“Sehingga kalau sudah menjadi LSM maka bisa dengan leluasa bergerak di bidang manapun, bisa menerobos dan merangkul bidang-bidang yang lebih luas jangkauannya, tidak hanya eco tourism. Dan dampak kemanfaatannya tak hanya untuk kepentingan sendiri tapi masyarakat luas,” katanya dalam Kupas Komunitas bersama Greeners, Rabu (15/9).
Lebih jauh Hermansyah mengungkap, sejatinya sejak tahun 2019 program dan aktivitas SCI tak hanya terlalu fokus pada eco tourism, tapi juga bekerja sama dengan berbagai sektor lembaga. Misalnya, bersama dengan pemerintah memulihkan terumbu karang seluas delapan hektare (ha) tahun 2019.
Kegiatan ini bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan minyak yang beroperasi di Kepulauan Seribu. Selain itu SCI juga mengembangkan wisata adopsi coral sejak tahun 2020, yang saat ini telah mencapai 150 meter. Program kegiatan lain yaitu memastikan pengurangan sampah di laut melalui sosialisasi dan edukasi aktif hingga mengembangkan produk-produk UMKM untuk memberdayakan masyarakat.
Konservasi Kepulauan Seribu Dongkrak Kunjungan Wisata
Hermansyah menyatakan, antusiasme aktivitas konservasi berbanding lurus dengan tingkat kunjungan wisata Kepulauan Seribu. Itu artinya, seiring membaiknya konservasi dan rehabilitasi ekosistem maka akan berdampak positif terhadap kunjungan wisata.
“Terlebih aktivitas eco tourism yang juga menyadarkan para wisatawan untuk mengeksplor berbagai kegiatan konservasi. Mulai dari penanaman mangrove, atraksi pelepasan penyu, hingga bersih-bersih sampah,” tuturnya.
Menurutnya, sampah-sampah yang dibuang sembarangan ke 13 sungai bermuara di Teluk Jakarta dan mengalir ke Kepulauan Seribu. Berdasarkan data dari Dinas Lingkungan Hidup Kepulauan Seribu sampah yang masyarakat hasilkan mencapai 32 ton sampah per hari.
“Ini masih menjadi permasalahan besar yang kami hadapi. Kami minta agar teman-teman tak membuang sampah sembarangan karena juga memicu krisis iklim,” imbuhnya.
Permasalahan lain yang menjadi tantangan SCI yaitu perdagangan karang yang marak di masyarakat. Maraknya antusiasme industri akuarium laut memicu masyarakat untuk mengambil karang-karang dari lautan. Hermansyah mengkhawatirkan rusaknya terumbu karang saat pengambilan karang. “Mereka belum tentu benar saat mengambilnya. Bisa jadi malah merusak karena karang sangat sensitif dan lambat pertumbuhannya,” ungkapnya.
Peran Penting Terumbu Karang
Ia menilai, kontribusi terumbu karang bagi bumi sangat penting seperti halnya hutan hujan tropis di daratan. Fungsinya sangat beragam, yaitu penahan pasir agar tak ada abrasi, penahan ombak dan arus hingga menjadi ekosistem penyerap karbon.
“Dalam satu koloni terumbu karang terdapat jutaan hewan karang dan jutaan alga. Alga inilah yang menyerap karbon untuk fotosintesis. Ini merupakan ekosistem penyeimbang alam,” tegasnya.
Hingga saat ini, SCI sudah memiliki banyak pencapaian. Beberapa di antaranya adalah pemulihan ekosistem terumbu karang seluas 100 meter persegi. Selain itu juga pembuatan coral garden melalui kegiatan penanaman transplantasi karang di Pulau Kaliage Besar, TN Kepulauan Seribu.
Mereka juga sudah memulihkan ekosistem terumbu karang seluas 4 ha. Caranya melalui kegiatan penanaman transplantasi karang sebanyak 3.500 modul beton kubus bekerja sama dengan Dinas KPKP DKI Jakarta.
Tak hanya itu, SCI juga berhasil menerbitkan hasil riset jurnal ilmiah kelautan untuk membantu pendataan dalam pengembangan kebijakan strategi pengelolaan kawasan taman nasional. Program atraksi wisata adopsi karang SCI juga jadi contoh dan telah komunitas lain adaptasi.
Kelompok Sadar Wisata Bintang Harapan Pulau Harapan Kepulauan Seribu dan Komunitas Komparasi Kepulauan Seribu (komunitas penggiat wisata, budaya dan konservasi) sudah mengadaptasikannya.
Penulis : Ramadani Wahyu
Editor : Ari Rikin