Jakarta (Greeners) – Sekretariat Bersama Komunitas Sepeda (Samas) merupakan forum komunikasi antarpesepeda peduli lingkungan asal Bali. Samas menjadi wadah untuk menampung aspirasi para anggotanya yang turut mengawasi keadaan lingkungan di Provinsi Bali. Organisasi ini didirikan pada 15 Agustus 2009 oleh I Dewa Made Merthakota, Endra Datta, dan I Made Sanatana Gede Sugiarta atau kerap disapa Dekotel Sugiartha.
Berawal dari perkumpulan sepeda, ketiganya berinisiatif membentuk Samas dengan harapan gagasan mereka dapat didengar oleh pemerintah setempat atau pembuat kebijakan. “Dengan adanya Samas ini suara kita dapat didengar oleh pemerintah. Karena kita membawa massa yang banyak. Kalau hanya satu klub sepeda saja yang berbicara tidak akan didengar biasanya sama pemerintah,” ujar Ketua Satu Bidang Penggerakan Komunitas, Dekotel Sugiarta.
Baca juga: Menciptakan Jalan yang Aman bagi Pesepeda
Samas merupakan pencetus hari bebas kendaraan (Car Free Day) di Bali. Kegiatan tersebut kemudian diresmikan pemerintah pada 2010. Dekotel Sugiarta menceritakan, awalnya masyarakat Bali mengira bahwa program tersebut berasal dari pemerintah. Padahal idenya berasal dari forum sepeda.
Kepada pemerintah daerah, Samas memberikan dua usulan agar lokasi bebas kendaraan dilakukan di nol kilometer Renon dan Denpasar. Akhirnya, Renon dipilih, sebab di daerah tersebut merupakan kawasan perkantoran yang libur di setiap akhir pekan.
Saat ini 150 klub sepeda terdaftar di komunitas Samas Bali dengan jumlah anggota mencapai lebih dari 1.000 orang. Komunitas juga menjalin kerja sama dengan pemerintah guna memudahkan penyaluran aspirasi dari anggotanya. “Jadi, kedekatan di sini dimaksudkan hanya mengusulkan ide-ide dan pemerintah yang membuat dan melaksanakannya,” ucap Dekotel.
Kegiatan Car Free Day juga direncanakan sebagai pilot project bersama agar kawasan Renon bebas dari sampah plastik. Menurut Dekotel selama ini sampah hanya dipindahkan dari suatu tempat ke penampungan akhir tanpa diketahui apakah diolah atau ditumpuk saja. “Mudah-mudahan misi ini disambut baik oleh pemerintah,” kata dia.
Baca juga: SPEDAGI, Sepeda Bambu Indonesia Yang Merambah Dunia
Dekotel menyebut, kerajinan baju, tas, dan lainnya tetap akan menghasilkan sampah dalam proses pembuatannya. Untuk itu, Samas mengembangkan sampah plastik menjadi kerajinan lain. “Selama ini kita menggunakan sampah, tapi saat ini kita dapat memanfaatkan sampah. Akhirnya saya bertemu dengan teman yang menciptakan mesin untuk mengolah sampah plastik apapun menjadi bahan baku kerajinan seni ukir,” ucap Dekotel.
Samas optimistis untuk mengembangkan bahan baku seni ukir berbahan plastik. Menurut Dekotel bila usaha ini terwujud sampah di setiap desa tidak menjadi masalah lagi. “Malah akan mendatangkan rupiah yang lebih banyak, untuk satu plastik saja yang tinggi 15 sentimeter dan lebar 10 sentimeter itu dapat menjadi barang kerajinan.”
Namun dalam prosesnya, Samas Bali belum melakukan uji coba ketahanan bahan baku plastik bila terkena sinar matahari hingga mengalami pelapukan. Mereka terus berupaya meningkatkan ketahanan dan kelengkapan idenya. “Nah di sini peer-nya karena ini perlu penelitian khusus di bidangnya,” kata Dekotel.
Penulis: Ridho Pambudi