Jakarta (Greeners) – Peran pohon atau yang lumrah disebut dengan resan di Gunungkidul memiliki manfaat baik sebagai penjaga mata air. Komunitas Resan Gunungkidul menjadi pendorong sinergi untuk ikut menjaga mata air di wilayah tersebut lewat pelestarian pohon.
Komunitas yang berdiri sejak tahun 2018 ini berawal dari keresahan akan alam yang kini semakin rusak hingga menimbulkan berbagai kesulitan. Misalnya, bencana alam dan kemarau panjang. Keresahan tersebut menjadi awal mula Resan Gunungkidul terbentuk untuk melakukan penanaman pohon.
BACA JUGA: Operasi Semut Rutin Pungut Sampah demi Lingkungan Bersih
“Saya mencoba berdiskusi tentang keadaan alam ini, banyak teman yang merespons. Ketika ketemu, teman-teman punya keresahan yang sama, terus ngobrol. Akhirnya berkembang dan kami berjejaring jadi Komunitas Resan Gunungkidul,” ungkap Pendiri Komunitas Resan Gunungkidul, Edi Padmo saat Greeners temui di Gunungkidul.
Resan Gunungkidul juga memiliki kegiatan rutin membibit dan menanam bakal resan. Selain itu, mereka juga ikut merawat dan membersihkan sumber air, melaksanakan upacara penghormatan, pemuliaan pohon resan, serta nglangse (menyelimuti) resan.
“Kalau musim kemarau gini melakukan pembersihan sumber air. Kami juga mencatat cerita di balik sumber air itu,” lanjut Edi.
Resan Miliki Manfaat Baik
Eksplorasi sumber daya air yang mereka lakukan menjadi hal yang menarik. Sebab, ada latar belakang sejarah dari leluhur di sana. Tak sekadar itu, Resan Gunungkidul juga melihat ada manfaat baik dari resan sehingga perlu dilestarikan.
Misalnya, secara fungsi ekologis, pohon resan bermanfaat untuk menyimpan dan melahirkan air, tempat tinggal para satwa, dan menyuburkan tanah. Resan atau pohon pelindung ini juga bisa menyerap polutan baik di udara, di tanah, maupun suara. Oleh karena itu, masyarakat menghormati pohon-pohon resan dan memuliakannya dengan upacara daur hidup semacam Nyadran dan Rasulan.
BACA JUGA: Saling ID Suarakan Isu Lingkungan ke Anak Muda Sukabumi
“Jadi, akar pohon ini menjalankan jalan air. Daun dan ranting pohon memiliki fungsi konservasi yang menyerap air hujan. Lalu, meresapkan daun tanah dan menyimpan itu menjadi cadangan air, nah itu bisa dimanfaatkan,” kata Edi.
Di samping itu, resan merupakan golongan utama unsur kehidupan sasamaning dumadi (sesama ciptaan Tuhan). Bersama dengan pohon resan, satwa, dan aneka tumbuhan lain, masyarakat melaksanakan perikehidupan bebrayan agung (persaudaraan alam raya). Terutama, dalam lingkaran kerukunan, keselamatan, dan kemakmuran.
Saat ini, sudah ada 14 titik sumber air yang Resan Gunungkidul konservasi. Edi menambahkan, dirinya dan masyarakat telah terlibat dalam proses konservasi ini sejak sumber air ditutup hingga air berhasil dikeluarkan. Namun, pada musim kemarau banyak mata air yang kembali kering.
Eksplorasi Sumber Air Lewat Sejarah
Saat Resan Gunungkidul menelusuri sumber air di kawasan Gunungkidul, itu erat kaitannya dengan cerita sejarah desa setempat. Dalam menjalankan misinya, Resan Gunungkidul terus menelusuri sumber air dengan mencari sesepuh atau tokoh masyarakat setempat. Tujuannya untuk mempelajari sejarah dari sumber mata air di wilayah yang mereka kunjungi.
“Sesepuh itu pernah kontak langsung dengan mata air itu, baik dengan air atau upacara adat di situ. Kadang saat ini sumber air itu terabaikan, karena mindset di masyarakat sekarang tentang mendapatkan air mulai menurun,” ujar Edi.
Edi menambahkan, upacara adat biasa mereka lakukan di dekat sumber air. Sebab, kawasan tersebut merupakan titik spiritual bagi warga yang menganggap air sebagai sumber kehidupannya. Oleh karena itu, mereka ingin bersyukur kepada Tuhan, dengan melakukan upacara adat di dekat sumber mata air.
“Namun, seringkali dikira melakukan ritual ini seperti menyembah pohon. Padahal, tempat ini masyarakat gunakan agar merasa dekat dengan Tuhannya sebagai sumber kehidupan,” kata Edi.
Penulis: Dini Jembar Wardani
Editor: Indiana Malia