Jakarta (Greeners) – Olahraga bersepeda lekat dan terkesan dominasi kaum lelaki. Stereotip inilah yang kemudian membuat Fani Rachmita menginisiasi terbentuknya komunitas Puan-Puan Bersepeda. Komunitas yang terbentuk di awal pandemi ini tak sekadar mengikuti tren, tapi juga mewadahi dan memastikan ruang bersepeda bagi perempuan.
Fani menceritakan awal mula terbentuknya Puan-Puan Bersepeda yaitu menjadikan sepeda sebagai transportasi yang siapa saja bisa lakukan, seperti para perempuan.
“Komunitas ini hadir untuk memastikan para pengguna sepeda perempuan memiliki ruang aman, karena kita sangat solid,” katanya dalam Kupas Komunitas bersama Greeners, baru-baru ini.
Fani meyakini, keamanan dan kenyamanan perempuan dalam bersepeda berbanding lurus dengan semakin banyaknya para pengguna perempuan. Demikian pula dengan solidaritas yang erat terjaga.
Menariknya, jika banyak anggota dalam komunitas sepeda menjadikan sebagai ajang unjuk gigi kebolehan dalam bersepeda, komunitas ini justru menjunjung erat kebersamaan. Komunitas ini sangat merangkul semua lapisan sepeda, utamanya pemula yang baru belajar sepeda.
“Karena sudah kita tanamkan bahwa kita bersepeda untuk silaturahmi dan menjadikan wadah untuk perempuan bersepeda. Jadi kalaupun ada perempuan pemula, akan kita dorong, akan kita tunggu dan bersama-sama,” paparnya.
Puan-Puan Bersepeda Prioritaskan Jarak Tempuh Pendek dan Rute di Sekitar Kota
Selain itu, komunitas ini juga lebih memprioritaskan bersepeda dengan jarak tempuh pendek dengan rute di sekitar kota. Kendati demikian, mereka juga memiliki tujuan yang jelas untuk bersepeda ke suatu tempat. Misalnya, ke museum atau ke taman kota.
“Jadi tidak hanya bersepeda untuk sekadar kuliner atau ke kafe-kafe. Tapi kita bersepeda memang ke tujuan yang kita inginkan,” imbuhnya.
Selain melakukan tur sepeda, komunitas ini juga aktif dalam memberikan informasi dan publikasi terkait kegiatan bersepeda bagi perempuan melalui media sosial. Langkah ini sekaligus mengajak agar para perempuan banyak yang bersepeda.
Guna memastikan keamanan dan kenyamanan para pengguna sepeda perempuan, Fani mendorong Pemprov DKI Jakarta memprioritaskan perluasan jalur sepeda dan jalur proteksinya. Adapun jalur proteksi ini krusial mengingat banyaknya pesepeda perempuan, disabilitas, serta anak-anak yang kerap kali belum bisa merasakan jalur sepeda ini.
Kendati lebih sering bersepeda dengan jarak pendek, bukan berarti komunitas Puan-Puan Bersepeda ini menjadikan sepeda sebagai transportasi kedua setelah kendaraan bermotor. Fani menegaskan, para komunitas Puan-Puan Bersepeda kerap kali mengombinasikan penggunaan sepeda dan transportasi umum, seperti MRT dan Trans Jakarta.
“Langkah ini cukup efektif mengingat kita tak hanya bisa berolahraga tapi juga turut berkontribusi terhadap pengurangan emisi,” kata dia.
Program #Gowes15menit
Menariknya, komunitas Puan-Puan Bersepeda juga memiliki program agar perempuan aman dan berhak bersepeda, yaitu #Gowes15menit. Program ini merupakan upaya yang mereka lakukan untuk mengundang lebih banyak warga, utamanya perempuan untuk bersepeda di kota.
Selain itu, #Gowes15menit juga mengajak para perempuan menjadikan aktivitas sepeda sebagai moda alternatif untuk perjalanan jauh yang dapat disambung dengan transportasi umum. “Program ini sebagai penegasan bahwa sepeda merupakan alat mobilitas inklusif yang dapat digunakan untuk kegiatan sehari-hari oleh siapa pun dan kapan pun,” tuturnya.
Meski bernama Puan-Puan Bersepeda, Fani juga memastikan bahwa komunitas ini tidak tertutup bagi semua gender untuk bergabung. Justru, dengan semakin terbukanya komunitas ini terhadap semua gender akan menjadikan mereka lebih saling menghormati dalam bersepeda.
Penulis : Ramadani Wahyu
Editor : Ari Rikin