Jakarta (Greeners) – Prof Ocky Karna Radjasa merupakan satu dari tiga ilmuwan lain penerima Anugerah Habibie Prize 2022, khususnya dalam bidang ilmu dasar. Ahli mikrobiologi laut ini mengaku tak pernah menyangka mendalami bidang tersebut.
“Mulai serius menggeluti mikrobiologi kelautan saat S3 di Universitas Tokyo, Jepang, itupun dipaksa profesor saya,” katanya ditemui di sela-sela penganugerahan Habibie Prize 2022, Kamis (10/11).
Dunia mikrobiologi telah ia geluti sejak S1 Fakultas Biologi Universitas Soedirman. Lalu ia mendapatkan kesempatan mengabdi di Program Studi Kelautan Universitas Diponegoro hingga mendapatkan Surat Keputusan (SK) di Mikrobiologi Laut.
Selanjutnya, ia meneruskan S2 di Department of Biology, McMaster University Hamilton Canada. Ia kemudian melanjutkan program doktoral di Department of Aquatic Biosciences, The University of Tokyo, Jepang.
“Tapi dari sini pula saya mengetahui betapa besar potensi laut dalam di Indonesia,” kata lelaki kelahiran 29 Oktober 1965 ini.
Ocky menyebut potensi laut dalam di Indonesia sangat besar, yakni 68 %. Sementara sisanya, 32 % berupa laut dangkal.
“Kalau tinggalnya di permukaan laut itu mataharinya banyak, makanan melimpah dan suhunya hangat. Tapi kalau dalam itu makanannya sedikit, gelap dingin jadi mereka beradaptasi untuk bertahan hidup, kedalamannya di atas 200 meter,” tutur Ocky.
Laut Indonesia Simpan Kekayaan Luar Biasa
Indonesia tak sekadar mempunyai teknologi untuk mengidentifikasi hingga mengembangkan potensi mikroba, tapi memiliki kekayaan yang tak dimiliki negara lain.
“Setelah kita ambil sampel mikrobanya, kita identifikasi baik secara kultur maupun non kultur dengan ekstraksi DNA langsung dari alam. Kita sangat kaya,” ucap Kepala Organisasi Riset Kebumian dan Maritim Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) ini.
Ocky menyebut masih minimnya peneliti di Indonesia yang menggali potensi laut dalam. Periset pertama laut dalam di Indonesia ini telah melakukan bioprospeksi berbagai mikroba laut dalam untuk kemudian dikembangkan menjadi produk.
Misalnya, ia menemukan kandungan likopen yang bisa untuk anti kanker, anti aging, dan zat pewarna, antioksidan. Kandungan tersebut selama ini menjadi incaran industri kosmetik di dunia.
“Pengekspornya saat ini hanya ada satu yaitu Brasil, negara lain belum ada. Ini menjadi peluang kita untuk mengembangkannya mulai dari produk kesehatan, industri pangan, kosmetik, hingga personal care agar tak lagi impor,” ujar dia.
Ia menyebut, salah satu kendala riset laut dalam yakni masih mahalnya fasilitas berupa kapal riset yang bisa digunakan untuk memastikan penelitian laut dalam. Namun, saat ini BRIN tengah mengupayakan fasilitas ini yang akan tuntas pada tahun 2024 nanti.
“Nanti kita akan ekspedisi ke Laut Banda, ada titik poin Weber di sana sedalam 7.440 meter. Lalu kita ambil sampelnya untuk diidentifikasi lebih lanjut,” paparnya.
Transfer Ilmu ke Anak Muda
Banyak sekali riset yang dihasilkan guna membantu masyarakat hingga mengembangkan potensi kekayaan Indonesia. Akan tetapi jarang ter-publish ke pihak industri. Saat ini Ocky tengah melakukan kerja sama dengan Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati (SITH) dan lima fakultas di Institut Teknologi Bandung (ITB).
Ia mengungkap pentingnya mentransfer ilmu, khususnya dalam bidang mikrobiologi pada generasi muda. Tujuannya tak lain agar semakin banyak generasi yang menjadi penerus yang concern pada bidang ini.
“Mungkin sudah ratusan bahkan ribuan riset tentang laut dangkal, tapi mikrobiologi laut dalam ini relatif baru. Saya ingin tularkan pada mereka generasi muda kita,” ucapnya.
Dalam kesempatan itu, selain Prof Ocky Karna Radjasa, tiga penerima Anugerah Habibie Prize 2022 lainnya antara lain drg. Ika Dewi Ana, M. Kes, Ph.D, Departemen Ilmu Biomedika Kedokteran Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada. Ia menerima penghargaan di bidang Ilmu Kedokteran dan Bioteknologi.
Lalu Naufan Noordyanto, S.Sn., M.Sn., Departemen Desain Komunikasi Visual, Fakultas Desain Kreatif dan Bisnis Digital Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Naufan menerima penghargaan di bidang Ilmu Filsafat, Agama, dan Kebudayaan.
Penulis : Ramadani Wahyu
Editor : Ari Rikin