Monika Maritjie Kailey, Perempuan Penjaga Kekayaan Alam Kepulauan Aru

Reading time: 4 menit
Monika Maritjie Kailey. Foto: Contentro
Monika Maritjie Kailey. Foto: Contentro

Jakarta (Greeners) – Kepulauan Aru yang terletak di Provinsi Maluku kaya akan keindahan alam dan biodiversitas yang unik. Namun, hak masyarakat adat sering terancam oleh oknum yang mengeksploitasi sumber daya alam. Di tengah tantangan ini, Monika Maritjie Kailey atau Monik, muncul sebagai sosok perempuan tangguh yang berjuang untuk melindungi lingkungan dan hak-hak masyarakatnya.

Monik dibesarkan di kampung kecil Fatlabata. Orang tuanya mengajarkan nilai-nilai adat yang telah ada jauh sebelum manusia memiliki agama dan negara terbentuk. Meskipun hidup di era modern, Monik tetap berpegang pada warisan budaya yang membentuk identitasnya. Ia bertekad agar generasi mendatang tidak hanya mendengar cerita, tetapi juga melihat dan merasakan realitasnya.

Partisipasinya dalam konferensi keanekaragaman hayati tingkat dunia, Conference of the Parties to the Convention on Biological Diversity (COP 16 CBD), di Cali, Kolombia, menjadi langkah besar. Di forum tersebut, Monik menyampaikan pesan bahwa selama berabad-abad, masyarakat adatlah yang menjaga hutan, laut, dan biodiversitas.

BACA JUGA: Menanti Penguatan Hukum untuk Cegah Kerusakan di Kepulauan Aru

Monik bercerita, Sekitar 65-70 persen masyarakat adat Aru bergantung pada hasil laut, dengan sebagian besar berprofesi sebagai nelayan. Hasil laut yang melimpah, seperti rumput laut, teripang, ikan, udang lobster, dan kepiting bakau, menjadi sumber kehidupan mereka. Monik menjelaskan bahwa masyarakat Aru memiliki aturan adat yang ketat. Misalnya, sebelum menebang pohon untuk membangun rumah, mereka harus menanam bibit pohon terlebih dahulu.

“Alam telah menyediakan apa yang kita butuhkan setiap hari. Karena itu, banyak hal yang masyarakat Aru lakukan untuk menjaga alam,” kata Monik.

Bagi Monik, memperjuangkan hak masyarakat adat bukan sekadar tindakan, melainkan tanggung jawab yang melekat pada jiwanya. Ia menyadari perjuangan ini bukan hanya untuk diri sendiri, tetapi untuk kehidupan banyak orang yang bergantung pada tanah dan laut yang mereka cinta.

Monika Maritjie Kailey Termotivasi Sosok Ayah

Motivasi Monik menjadi sosok terdepan untuk membela masyarakat adat Kepulauan Aru juga berasal dari sosok ayahnya. Ayahnya pernah berjuang bersama 117 kepala kampung lainnya dalam gerakan #SaveAru untuk melindungi hutan dan tanah masyarakat adat dari eksploitasi.

Menurut Monik, meskipun ayahnya tidak berpendidikan tinggi, tetapi pemikirannya yang tajam tentang alam sebagai penyedia utama kehidupan sangat menginspirasi dirinya. Dia memahami bahwa tanggung jawab untuk menyadarkan generasi muda adalah misi penting yang harus ia lanjutkan.

Ayahnya selalu menekankan, “Ketika kau berbicara tentang Aru dan memperjuangkan hak-hak masyarakat adat, kau tidak akan pernah mati sia-sia di tanah ini.” Kalimat tersebut membakar semangat Monik untuk terus berjuang, memastikan bahwa suara masyarakat adat tetap terdengar, dan keindahan Kepulauan Aru bisa dinikmati oleh generasi mendatang.

Dengan tekad yang kuat, Monik terus melangkah maju, mengingatkan kita semua tentang pentingnya melestarikan keanekaragaman hayati dan menjaga warisan budaya yang sangat berharga.

Monika Maritjie Kailey. sosok perempuan tangguh yang berjuang untuk melindungi lingkungan dan hak-hak masyarakat Kepulauan Aru. Foto: Contentro

Monika Maritjie Kailey, sosok perempuan tangguh yang berjuang untuk melindungi lingkungan dan hak-hak masyarakat Kepulauan Aru. Foto: Contentro

Bukan Anak Perempuan Biasa di Kepulauan Aru

Saat tumbuh dewasa, Monik telah menjadi sosok perempuan inspiratif yang berani berdiri dan menyuarakan hak masyarakat adat Aru. Pencapaiannya pada saat ini tentu tak lepas dari kebiasaan yang ia jalani sejak kecil. Monik bukanlah sosok anak perempuan biasa.

Ketika rata-rata anak perempuan di kampungnya belajar memasak di dapur, Monik lebih suka mengikuti ayahnya berpetualang ke hutan dan laut. Ia masih ingat saat berusia sekitar tujuh tahun, ketika diajak ayahnya memasuki hutan dan tidur di gua beralaskan tempat tidur militer yang ditinggali kakak dari kakeknya. Di dalam gua-gua itu, ayahnya mengumpulkan sarang burung walet untuk dijual.

BACA JUGA: Enam Pemuda Indonesia Suarakan Isu Biodiversitas di COP16 CBD

“Dalam perjalanan dari satu gua ke gua lain, Papa mengajari kami membaca jejak berbagai hewan buruan, seperti rusa dan babi hutan. Saya juga pernah diajak berburu, melihat para pemburu menghalau binatang agar mendekati pemanah,” ungkap Monik.

Dari alam, Monik belajar banyak tentang mencari makan dan bertahan hidup. Ia tahu pohon mana yang harus dipanjat untuk menyelamatkan diri dari hewan berbahaya. Seperti babi bercula, rusa bertanduk besar, dan kasuari. Ia belajar membuat dan memasang perangkap untuk hewan. Selain itu, Monik juga belajar memilih kayu yang dapat digunakan untuk menghasilkan api.

Pengalaman tersebut membentuk Monik menjadi seorang pemimpin, setidaknya bagi dirinya sendiri. Dari kesehariannya berpetualang di hutan dan laut, anak pertama dari enam bersaudara ini belajar bertanggung jawab dan menjadi panutan bagi adik-adiknya. Monik percaya bahwa apa yang ia pelajari di alam telah membentuknya menjadi sosok yang kuat dan berani, siap untuk memperjuangkan hak masyarakat adat Aru di panggung internasional.

Pendidikan sebagai Jalan Keluar dari Kegelapan

Perempuan yang sebelumnya berprofesi sebagai guru ini, suatu mendapat tawaran sangat menarik. Ia harus memilih antara uang atau sekolah.

Ia berpikir, dengan uang, ia bisa membantu masyarakat adat dalam proses pemetaan wilayah adat. Namun, uang bisa habis dalam waktu singkat, entah itu sebulan atau setahun. Di sisi lain, jika Monik melanjutkan pendidikan, ilmu yang ia dapat akan bertahan seumur hidup. Pemikiran ini akhirnya membawa Monik untuk memilih melanjutkan sekolah.

Monik menerima beasiswa dari Pemerintah Norwegia untuk belajar di jurusan English Linguistics and Language Acquisition di Norwegian University of Science and Technology. Ia menyadari bahwa pendidikan di Aru masih memerlukan perhatian serius dari generasi muda.

“Pendidikan adalah satu-satunya jalan keluar dari kegelapan. Saya ingin menjadi salah satu orang yang berkontribusi terhadap dunia pendidikan di Aru. Saya ingin mempelajari bahasa Inggris, khususnya dalam bidang linguistik, dan membawa sesuatu yang baru ke dunia pendidikan di Aru,” ungkapnya.

Kini, dengan semangatnya, Monik terus melangkah maju untuk melindungi lingkungan dan hak-hak masyarakat adat. Ia berjuang memastikan bahwa tradisi dan kearifan lokal tetap hidup untuk generasi mendatang.

 

Penulis: Dini Jembar Wardani

Editor: Indiana Malia

Top