Jakarta (Greeners) – Langkah Cynthia Lestari menerapkan nilai-nilai kesederhanaan dan kecukupan melalui gaya hidup minimalis di keluarganya berbuah manis. Founder Lyfe With Less ini tak sekadar mengimplementasikan nilai dan kebiasaan keluarganya, tapi sekaligus mengedukasi dan mengajak masyarakat untuk meminimalisasi jejak karbon melalui sustainable living.
Cynthia tak menyangka bahwa self healing journey saat ia menghadapi quarter life crisis berujung menjadi komunitas besar seperti Lyfe With Less. Quater life crisis yang ia hadapi sekitar tahun 2017an itu perlahan turut mengubah gaya hidupnya menuju minimalis.
Gaya hidup minimalis, sambung Cynthia tak sekaligus menjadikan semua orang kemudian menjalaninya dengan ekstrem. Karena batasan minimalis setiap orang berbeda-beda. Kepastian soal mindset gaya hidup minimalis lah yang lebih penting dan utama.
“Bentuk minimalis tiap orang pasti berbeda-beda sesuai dengan latar belakang, experience serta tujuan hidupnya. Yang kita edukasi adalah lebih pada mindset lebih peka dengan apa yang sebenarnya kita butuhkan dan tak berlebihan,” katanya dalam Kupas Komunitas Greeners di Jakarta, baru-baru ini.
Decluttering untuk Gaya Hidup Minimalis
Pilihan hidup lebih minimalis ini membuat Cynthia memutuskan beraksi dengan cara decluttering. Menurutnya dengan menyederhanakan rutinitas dengan hanya menggunakan barang-barang sesuai kebutuhan menjadikan hidup lebih berkualitas dan lebih dekat dengan sustainable living. Misalnya, kata Cynthia dengan decluttering maka barang-barang yang tak lagi ia gunakan bisa diberikan ke orang lain atau layak jual. Dengan begitu usia barang itu jauh lebih panjang dan berkualitas.
“Kita sekaligus mengurangi jejak karbon. Sebab apapun yang kita konsumsi akan berpengaruh dengan apa yang kita hasilkan,” ungkapnya.
Decluttering merupakan langkah awal Cynthia untuk kemudian menelisik lebih jauh ke dalam gaya hidup minimalis. Adapun decluttering tak sekadar aktivitas beberes, tapi upaya untuk memilah kembali barang yang diperlukan atau tidak demi rilis energi yang lebih positif.
Dalam decluttering, terdapat pula pelepasan energi dari benda-benda sentimental di masa lalu yang pernah melekat dalam hidup kita. Energi inilah yang akan memengaruhi pola pikir seseorang menjadi lebih fokus.
Sepanjang Januari 2022, Lyfe With Less meluncurkan program Angkut Brangkas untuk mendukung gerakan decluttering. Mereka mengajak semua sobat hijau untuk memilah dan mendonasikan barang layak pakai. Tertarik dengan program ini bisa mengunjungi situs www.lyfewithless.com/angkutbrangkas/.
Tips Belanja agar tak Konsumtif
Sementara itu, tuntutan serba digital merupakan tantangan untuk menjalani kehidupan yang minimalis. Dengan adanya digitalisasi, masyarakat lebih konsumtif dan impulsif dalam membeli barang. Cynthia mengaku pernah berada dalam fase itu dan tak pernah merasa cukup dengan makeup, skincare, serta baju banyak dalam lemari yang besar.
Namun, lambat laun karena menyadari pentingnya gaya hidup minimalis, ia mulai mengurangi barang dan beralih pada sustainable living.
Untuk itu, Cynthia mengingatkan agar masyarakat tak terlalu mengikuti arus dengan membeli barang-barang dengan klaim sustainable bila tak perlu. Apalagi tergoda dengan barang-barang diskon di online shop. “Meski ada klaim di sana, tapi tetap prioritas adalah barang-barang yang kita butuhkan,” imbuhnya.
Selain itu, Cynthia juga memiliki tips agar tak terjebak dalam gaya hidup konsumtif melalui konsistensi gaya hidup minimal. Aksi ini juga bisa ditularkan ke pasangan, teman dekat, hingga orangtua.
Kampanye #PakaiSampaiHabis
Skincare dan peralatan makeup masih menjadi primadona yang kerap kaum hawa buru. Terlebih seiring banyaknya deretan brand di e-commerce. Alhasil akan semakin memanjakan kaum perempuan untuk berbelanja. Menurut Cynthia, jumlahnya yang banyak itu tak jarang membuat perempuan membeli produk baru dan meninggalkannya begitu saja.
“Bila langsung membuangnya begitu saja akan mengakibatkan limbah dan bisa mencemari lingkungan,” ujar dia.
Melalui kampanye #PakaiSampaiHabis lanjutnya, Lyfe With Less mengajak masyarakat untuk melakukan sustainable living melalui skincare dan makeup yang ramah lingkungan. Dengan menggunakan produk kecantikan sampai habis, sekaligus mengurangi limbah dari produk tersebut.
Penulis : Ramadani Wahyu