Jakarta (Greeners) – Kepala plontos, tubuh tegap dan berjambang, menjadi ciri khas tokoh lingkungan kita yang satu ini. Namanya Longgena Ginting, lahir di Pematang Siantar, Sumatera Utara, tanggal 26 Juli, 47 tahun lalu. Tumbuh di tengah keluarga besar sebagai anak pertama dari lima bersaudara, membentuk pribadinya yang gemar melakukan apapun secara bersama-sama dan menjunjung tinggi kerjasama. Ia juga senang hidup dalam sebuah komunitas.
Longgena menempuh pendidikan menengah atas di SMA PSKD Jakarta Timur. Mengikuti pendidikan dasar di SD RK Cinta Rakyat Pematang Siantar dan pendidikan menengah di SMP RK Bintang Timur Pematang Siantar. Ia hidup ditengah keluarga besar dimana keluarga dari ayah dan ibunya memiliki banyak saudara. Ia mengaku senang setiap kali akhir pekan atau saat liburan, karena saat itulah keluarga besarnya berkumpul, bermain dan bersosialisasi bersama-sama.
Longgena memulai karir di dunia lingkungan saat duduk di bangku kuliah. Ia menjadi sukarelawan di sebuah organisasi non-pemerintah bernama Yayasan PLASMA (Plasma Foundation) di Samarinda pada tahun 1989. Saat itu, sembari melakukan aktifitasnya sebagai mahasiswa di Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman, Longgena sudah memulai aksinya dalam upaya memperjuangkan hak-hak masyarakat adat Kalimantan atas teritori adat mereka.
“Itu tahun 1989, saya sudah kenal sama aktivis-aktivis di Plasma. Pada saat saya baru duduk di semester awal di bangku kuliah. Di situ saya mulai belajar tentang gerakan lingkungan,” tuturnya saat dijumpai oleh Greeners di kantor Greenpeace beberapa waktu lalu.
Longgena tertarik pada isu lingkungan karena ia merasa alam telah memberikan banyak pelajaran dan inspirasi baginya. Selain juga karena kuliah dan belajar di bidang lingkungan, bapak dari seorang putri ini juga mulai mengetahui dan menyadari bahwa sebenarnya ada banyak permasalahan dan konflik yang terjadi di alam yang tidak ia ketahui sebelumnya.
Nah, karena Yayasan Plasma adalah anggota dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), maka pada tahun 1998, Longgena pun dipindah untuk menjadi pengkampanye hutan dan hingga akhirnya pada bulan Juni tahun 2002 ia terpilih untuk menjabat sebagai Direktur Eksekutif Walhi.