Jakarta (Greeners) – Satu dekade sudah Greenpeace Indonesia berdiri dan selama itu pula terus secara konsisten dan independen mengampanyekan berbagai isu lingkungan, aktif memberikan solusi nyata, membantu masyarakat yang terkena dampak perusakan lingkungan, dan tak henti bersuara bersama segenap pihak demi mempertahankan bumi bagi anak cucu.
Kesungguhan dan komitmen tinggi yang ditunjukan Greenpeace Indonesia tersebut juga akhirnya yang membuat seorang Leonard Simanjuntak dengan senang hati menerima tampuk kepemimpinan Greenpeace Indonesia pada awal September 2016 lalu.
Menggantikan Longgena Ginting sebagai Ketua Greenpeace Indonesia, Leonard sejatinya bukan nama baru dalam Lembaga Swadaya Masyarakat ini. Lulusan Teknik Perminyakan Institut Teknologi Bandung ini sudah pernah telibat dalam kampanye Greenpeace pada 1996. Leonard juga merupakan salah satu pendiri Greenpeace Indonesia pada 2006 dan menjadi salah satu anggota dewan nasional setelahnya.
Menjalankan visi dan misi Greenpeace secara global masih menjadi rencana kerja Leonard kedepannya, namun beberapa rencana kerja juga dicanangkannya untuk Greenpeace Indonesia.
“Pada dasarnya kita organisasi kampanye, kedepannya kita mau lebih engage ke masyarakat. Ini memang soal pemilihan prioritas. Secara global, kita sebagai organisasi internasional punya kepedulian yang harus dipenuhi setiap cabang Greenpeace,” ujarnya kepada Greeners saat ditemui di kantor Greenpeace pada 13 Oktober lalu di sekitar Rasuna Said, Jakarta.
Leonard mencontohkan, salah satu target kampanye Greenpeace secara global adalah upaya mitigasi dengan mengurangi emisi sesuai Kesepakatan Paris, yakni agar panas bumi dibawah 2 derajat Celcius dan diupayakan ditekan menjadi 1,5 derajat Celcius.
Namun isu-isu lingkungan secara global menurut Leonard sering kali dirasa tidak terlalu penting bagi sebagian orang. Hal tersebut karena isu lingkungan tidak berkenaan langsung pada kehidupan sehari-hari. Untuk itu, dalam masa kepemimpinananya di Greenpeace Indonesia, Leonard bertekad membawa isu-isu perubahan iklim ke arah yang lebih dekat dengan kehidupan sehari-hari.
“Kedepannya kita mau besarkan kampanye pada isu-isu urban. Kita angkat isu urban dengan lebih baik yang pada akhirnya akan secara langsung berpengaruh pada isu lingkungan yang lebih kompleks. Salah satunya seperti persoalan limbah, sampah, plastik dan transportasi,” jelasnya.
Pria yang pernah belajar Tata Pemerintahan dan Pembangunan di Institute of Development Studies (IDS), University of Sussex ini lantas menyebutkan bahwa komunitas-komunitas lingkungan juga dapat menjadi ujung tombak dalam membudayakan gaya hidup yang mendukung keberlangsungan lingkungan yang lebih baik.
“Perubahan pola hidup masyarakat potensinya sangat besar sekali bagi lingkungan yang lebih baik, hanya saja memang masih belum banyak yang berubah. Kita punya persoalan yang agak serius dalam behavior. Contohnya, pindah dari mobil pribadi ke angkutan umum sampai saat ini kelihatannya masih sulit sekali,” kata pria yang mengaku sudah genap enam tahun tidak menyetir sendiri karena tidak tahan dengan kemacetan.
Komitmen dari semua pihak, lanjutnya, pada akhirnya menjadi kunci untuk menjaga bumi agar tidak mencapai kondisi yang semakin buruk. Ia berharap tiap individu tidak ragu untuk melakukan perubahan sekecil apapun sesuai porsi masing-masing terhadap kelestarian bumi.
“Bisa saya katakan kita sekarang berada pada titik dalam sejarah dimana kita harus berbuat semaksimal mungkin dengan porsi kita masing-masing untuk menjaga bumi kita sebelum muncul dampak-dampak negatif yang tidak bisa kita balikan lagi,” katanya.