Jakarta (Greeners) – Berangkat dari segudang pengalaman dan dedikasi di bidang lingkungan, Een Irawan Putra meneguhkan diri untuk mendirikan Rekam Nusantara. Bagi Een membangun ekosistem kerja tersebut tidak mudah karena membutuhkan kepercayaan dan keterbukaan antaranggota.
Een mengawali karier sebagai periset hutan (forest researcher) di Greenpeace setelah menyelesaikan studi di Institut Pertanian Bogor. Selama setahun, ia menekuni pekerjaan investigasi penyelundupan kayu merbau dari Papua ke Pulau Jawa. Setelah itu, pemuda asal Bengkulu ini bergabung ke Gekko Studio sebagai produser, juru kamera, maupun editor dan kembali ke organisasi Kaoem Telapak.
Selama delapan tahun di Telapak, Een mempelajari cara mengolah dokumenter dengan memadukan kemampuan analisis dengan visual. Ia juga aktif dalam menyuarakan isu tentang masyarakat adat dan lingkungan sejak kuliah. “Saya ingin menyampaikan ke publik bahwa banyak kasus yang tidak diberitakan,” ucapnya.
Tahun 2012 Een keluar dari Perkumpulan Telapak dan mulai membuat suatu lembaga yang memiliki kemampuan di bidang media, riset, dan sains. Bersama kelima temannya, ia membuat konsep kampanye dan edukasi mengenai lingkungan. Hingga di 2013 tercetuslah Rekam Jejak Alam Nusantara (Rekam).
Een melihat, sains tanpa media kurang kuat memberikan efek dorongan ke publik. Menurutnya banyak hasil penelitian penting yang harus diketahui masyarakat agar dapat membangun gerakan dan menumbuhkan kepedulian terhadap alam.
Melalui Rekam, ia ingin membangun dan menyebarluaskan pemahaman terhadap lingkungan, kekayaan alam, dan budaya Indonesia. Sementara melalui medium audio visual, teks, desain dan grafis, dokumentasi dan diseminasi dapat digunakan sebagai bagian komunikasi dan edukasi ke publik.
Di kantor Rekam, Greeners berbincang panjang dengannya. Ia menuturkan alasannya peduli terhadap alam dan pengalamannya membuat film dokumenter.
Berapa banyak karya dokumenter yang telah dibuat?
Di tahun 2019, kami di Inature Film telah merangkum 66 film di 20 provinsi, dan 67 kota/kabupaten. Setiap video yang dikerjakan oleh Rekam dibagi menjadi dua yakni tanpa sponsor dan bersama mitra.
Misalnya kami memutuskan memakai tabungan dalam membuat film hasilnya seperti krakatau, rangkong, hiu dan sebagainya. Ada memang film yang berkolaborasi dengan mitra Lembaga Swadaya Masyarakat, dan pemerintah.
Apa saja yang ditemukan di lapangan?
Seperti longsor yang terjadi di puncak akhir 2018 telah disampaikan juga melalui visual bahwa daya dukung sudah sangat rendah. Nantinya akan menyebabkan longsor di beberapa titik, setelah beberapa bulan film itu tayang terjadi longsor hingga 50 titik.
Visual itu ada dan kita sudah pernah sampaikan, dan lagi-lagi selalu kalah dengan isu lain. Apalagi ketika pemerintah daerah tidak punya concern di situ atau tertimpa dengan kepentingan lain. Memang berat perjuangan untuk mengingatkan orang untuk peduli dan hati-hati dalam membuka sebuah kawasan. Hutan dan lahan itu sangat berisiko terhadap bencana, itu seakan diabaikan.
Apa dokumenter terbaru yang dibuat Rekam?
Rekam membuat dokumenter tentang tambang emas ilegal di Sumatera Barat. Ketika kami telusuri beberapa Kabupaten Sungai Batang Hari sudah habis dan kita buatkan videonya. Itu diputarkan dihadapan gubernur dan kepala polisi daerah (kapolda).
Temuan-temuan seperti itu sudah banyak terdokumentasikan, mungkin sekarang belum begitu berharga. Lima puluh tahun atau 100 tahun lagi akan seperti apa alam yang ada di Indonesia.
Memang harus bergerak, kalau tidak ya banjir karena banyak genangan dan sedimentasi. Mereka menambang emas dengan cara merusak tanah, disedot, dibuang ke sungai. Pasti sedimen tersebut akan hanyut dan menumpuk di tempat yang landai.
Apakah Rekam akan membuat semacam gerakan rehabilitasi?
Kalau untuk ke sana tidak. Kami mendokumentasikan dan menyampaikan ke publik untuk sebuah perubahan atau dorongan ke berbagai pihak agar berbenah. Kalau untuk sampai ke implementasi itu bukan kewenangan Rekam dan tidak memiliki kemampuan untuk itu.
Apa saja pencapaian yang telah dilakukan?
Pencapaian yang telah dilakukan oleh Rekam misalnya mampu membuat sebuah perubahan yang berdampak. Contohnya video mengenai eksploitasi perusahaan kayu di Sumatera, Jambi, Palembang, dan Riau. Bagaimana pelanggaran-pelanggaran yang mereka lakukan dengan membuka lahan gambut, mengambil kayu dalam kawasan hutan sampai adanya konflik terhadap masyarakat lokal. Itu saya coba mengurutkan bagaimana kronologisnya.
Video tersebut ditonton oleh pemilik perusahaan dan kemudian bertanggung jawab untuk menyekolahkan anak dari korban konflik tersebut. Pada akhirnya diharapkan agar membuat komitmen untuk lebih menjaga kawasan-kawasan hutan, tidak melakukan penebangan hutan, dan melindungi hak masyarakat lokal.
Itu menurut saya sudah cukup bahagia ketika saya mampu mengumpulkan bukti-bukti itu, perusahaan mau melihat dan mau berubah.
Ada banyak sebenarnya film-film yang bisa mengubah kebijakan dan cara melihatnya. Dari situ saya belajar ketika membuat karya harus berdampak, tetapi dampaknya apa untuk masyarakat.
Bagaimana keberpihakan Rekam dalam membuat film?
Saya membuat film pastinya berpihak ke masyarakat dan alam. Saya mengajarkan kepada teman-teman untuk membuat film yang berdampak kepada kelestarian alam Indonesia.
Pesan apa yang ingin disampaikan selanjutnya?
Rekam Nusantara tidak hanya menceritakan kebobrokan atau isu yang negatif. Saya juga selalu ingin memberikan informasi yang positif tentang bagaimana masyarakat adat menjaga alam. Ketika melakukan perjalanan ke sebuah desa di Papua bernama Arfak, kampung tersebut menjaga hutan dan burung-burung cendrawasih.
Dengan ini membuat saya cukup senang karena bisa membangun silaturahmi dengan orang-orang. Dalam setiap perjalanan saya menjaga hubungan baik dengan masyarakat.
Citra positif itu juga saya angkat bahwa kita harus membangun optimisme. Alam ini masih lestari dan masyarakat masih ada yang menjaga kelestarian alam tersebut. Bagaimana citra positif ini dibangun seterusnya karena tidak mudah mencarinya.
Penulis: Ridho Pambudi