Jakarta (Greeners) – Cukup berbekal botol dan plastik bekas, Pendiri Komunitas Ecobrick Bogor, Aang Hudaya telah berkontribusi menekan sampah plastik yang terlepas ke lingkungan lewat ecobrick.
Sederhana, dapat siapa saja lakukan, di mana saja dan kapan saja. “Itu artinya tak ada alasan lagi kita menghindari tanggung jawab terhadap sampah yang kita hasilkan sendiri,” katanya dalam Kupas Komunitas bersama Greeners, Rabu (2/3).
Permasalahan sampah menjadi salah satu masalah yang cukup pelik di Indonesia. Pasalnya, sampah setiap saat masyarakat hasilkan. Selain itu melibatkan banyak orang dan berdampak secara luas.
Oleh karenanya, melalui komunitas yang ia bentuk sejak tahun 2019 ini, Aang ingin mengimplementasikan secara langsung tagline “Sampahku tanggung jawabku”.
Aang mencermati permasalahan khususnya sampah multilayer yang selama ini belum terselesaikan dengan baik. Sampah multilayer termasuk sulit didaur ulang dan masih bergantung pada TPA. Padahal maraknya sampah multilayer tak hanya akan merusak pemandangan tapi juga mencemari lingkungan.
Hatinya mulai tergerak untuk tak sekadar menangani sampah secara mandiri melalui ecobrick. Akan tetapi, ia juga ingin mengedukasi dan melatih masyarakat secara luas. Terlebih di daerah Bogor masih sedikit yang concern terhadap konsep ini.
Berbekal pelatihan menjadi trainer yang ia ikuti bersama dengan Global Ecobrick Alliance di tahun 2019, Aang mulai mengenal dan belajar ecobrick. Akhirnya, di tahun yang sama ia berhasil mendirikan komunitas ini.
Pembuatan Ecobrick Sederhana Namun Ada Standar Khusus
Meski manajemen hingga pengelolaan komunitas masih ia lakukan secara mandiri, tapi antusiasme masyarakat yang ingin belajar ecobrick cukup tinggi. Mulai dari anak-anak, remaja hingga orang dewasa berpartisipasi aktif melalui pelatihan yang komunitas ini lakukan.
Itu artinya tingkat kesadaran masyarakat terhadap pengelolaan sampah sudah terbangun. Hanya saja, sambungnya masih banyak orang yang berhenti pada pemilahan saja, belum sampai tahap mengelolanya melalui ecobrick.
Sekilas, pembuatan ecobrick terlihat sangat sederhana. Namun ternyata, harus memiliki standar khusus. Misalnya dalam hal tingkat kepadatan potongan plastik bekas kemasan yang dimasukkan dalam botol. Aang menyebut, tingkat kepadatan akan berpengaruh terhadap kekuatan dari ecobrick yang seseorang hasilkan.
Adapun kepadatan minimal yaitu sekitar 33 % dari volume botol. Sedangkan kepadatan maksimalnya yaitu 70 % dari volume botol. Misalnya, untuk sebotol plastik ukuran 600 ml membutuhkan 200 gram hingga 400 gram kemasan plastik bekas.
Demikian pula botol plastik yang komunitas gunakan haruslah transparan. Sedangkan untuk kemasan plastik di dalamnya boleh menggunakan dari beragam jenis plastik. Hal yang harus jadi perhatian, plastik bekas dan kemasan harus dalam keadaan kering dan bersih.
“Kita harus pastikan tak ada misalnya sisa-sisa makanan atau remah-remah produk yang melekat di kemasan,” imbuh lelaki berkacamata ini.
Langkah Cermat Hasilkan Barang dari Plastik Bekas
Sebelum memasukkan kemasan plastik ke dalam botol, bagian paling bawah ecobrick harus komunitas beri alas. Komunitas memakai alas berupa plastik kresek satu warna agar bagian dasar botol rata. Selanjutnya isi kemasan plastik bekas yang tergunting kecil-kecil lalu padatkan ke dalam botol.
Saat proses pemadatan, Aang merekomendasikan menggunakan stik bambu kecil. Setelah cukup padat maka ecobrick bisa komunitas gunakan menjadi kursi, meja hingga permainan lego.
Menariknya, ecobrick ini sudah komunitas daftarkan melalui website jaringan ecobrick dunia, yakni melalui gobrik.com. Dalam situs ini, Aang menyebut tak sekadar terdaftar dan memperoleh nomor urut ecobrick di dunia, tapi setiap partisipasi akan terbarui dan terpantau.
Misalnya, jumlah plastik yang berhasil komunitas atau individu tekan ke lingkungan terus terupdate. Patokannya sesuai ecobrick yang komunitas hasilkan setiap harinya. Selain itu, Aang menyebut terdapat data base jumlah negara-negara yang turut berpartisipasi aktif dalam ecobrick.
Aang mengungkap, hadirnya situs tersebut juga turut memotivasi untuk terus menciptakan ruang-ruang gerakan komunitas ecobrick agar ekosistemnya semakin maju. “Kita merasa terkoneksi dan termotivasi di dalam situs ini dengan sesama pelaku ecobrick di dunia,” pungkasnya.
Penulis : Ramadani Wahyu
Editor : Ari Rikin