Jakarta (Greeners) – Perburuan dan perubahan habitat hutan mengancam kelangsungan hidup orang utan. Berubahnya fungsi hutan menjadi perkebunan sawit menyebabkan jumlah orang utan makin sedikit. Salah satu organisasi yang bergiat dalam penyelamatan primata, Centre for Orang Utan Protection (COP), bekerja memerangi kejahatan terhadap orang utan dan habitatnya.
COP memiliki beberapa program penyelamatan, salah satunya merehabilitasi orang utan di Kalimantan Timur. Mereka memberikan penyembuhan pada orang utan yang mengalami luka akibat perburuan atau perusakan habitat.
“Biasanya orang utan yang ada di pusat rehabilitasi kami adalah hasil sitaan negara atau konflik dengan perkebunan. Setelah masa rehabilitasi kami kembalikan (mereka) ke habitatnya,” ucap Koordinator Anti Wildlife Crime COP, Hery Susanto, saat dihubungi via telepon, kemarin.
Baca juga: Hari Orang Utan Internasional, Tantangan Implementasi SRAK 2019-2029
Menurut Hery dengan menjaga habitat dari pembabatan lahan, pembakaran, dan perburuan, maka kehidupan orang utan menjadi lebih baik. COP kemudian mengimplementasi visi tersebut untuk melindungi dan mempromosikan kesejahteraan mamalia yang berada di Kalimantan dan Sumatera. “Kita terus mendorong pemerintah untuk menegakkan hukum atas berubahnya habitat orang utan di Indonesia,” ujarnya.
Masyarakat, kata dia, juga perlu memiliki kesadaran agar tetap melestarikan habitat orang utan. Karena saat ini menemukan hutan yang tepat untuk habitat kian sulit. “Biasanya dalam memberikan edukasi kami terjun langsung ke berbagai sekolah, kampus, dan masyarakat,” ucap Hery.
Dalam kurun waktu 2012 hingga 2017, KLHK mencatat lebih dari 250 ribu orang utan Kalimantan telah dipindahkan ke habitat yang lebih aman. Saat ini terdapat sepuluh pusat rehabiltasi orang utan di Kalimantan dan dua di Sumatera. Sampai Desember 2017, jumlah orang utan yang dilepasliarkan maupun ditranslokasi sebanyak 726 individu. Sedangkan 1.059 individu masih berada di pusat rehabilitasi.
Baca juga: Empat Orang Utan Dilepasliarkan di Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya
Organisasi ini menargetkan semua orang utan yang ada di pusat rehabilitasinya dapat dirilis ke habitat. “Kami berharap tidak ada lagi pembabatan hutan. Kalau berbicara satwa liar, ini kan milik negara Indonesia. Jadi kami pun bekerja sama dengan KLHK,” kata dia.
COP berdiri pada tahun 2007 sebagi respons darurat untuk menghentikan pembantaian orang utan akibat pembukaan kebun kelapa sawit di hutan Kalimantan. Mereka menyelidiki, mendokumentasikan, mengekspos, bahkan mengonfrontasi langsung penjahat yang mengancam kelangsungan hidup orang utan dan masyarakat setempat.
Penulis: Ridho Pambudi