Sugarcrete, Blok Bangunan Ramah Lingkungan dari Limbah Tebu

Reading time: 2 menit
Sugarcrete, blok bangunan ramah lingkungan dari limbah tebu. Foto: GrimShaw
Sugarcrete, blok bangunan ramah lingkungan dari limbah tebu. Foto: GrimShaw

Sekelompok mahasiswa dari University of East London (UEL) bekerja sama dengan Tate & Lyle Sugars mengembangkan inovasi berkelanjutan. Inovasi tersebut berupa blok bangunan modular bernama Sugarcrete yang terbuat dari limbah tebu. Produk ini berpotensi menjadi alternatif yang ramah lingkungan bagi batu bata tradisional.

Sugarcrete terbuat dari ampas tebu yang dicampur dengan pengikat berbasis mineral yang dipatenkan. Campuran ini kemudian dipadatkan dan dibiarkan mengeras, menghasilkan blok modular berkekuatan tinggi yang dapat menggantikan batu bata tanah liat atau beton.

Dosen Senior Arsitektur di UEL, Armor Gutierrez Rivas mengatakan adanya potensi besar dari pengembangan ini. Menurutnya, tebu adalah tanaman terbesar di dunia berdasarkan volume produksi yang hampir dua miliar ton tebu setiap tahunnya. Produksi tersebut menghasilkan sekitar 600 juta ton ampas tebu sebagai produk sampingan yang selama ini sering terbuang sia-sia.

Dengan memanfaatkan limbah hayati seperti ampas tebu, Sugarcrete dapat menggantikan industri batu bata tradisional yang memiliki dampak lingkungan besar. Inovasi ini berpotensi mengurangi emisi CO2 hingga 1,08 miliar ton, atau sekitar 3 persen dari produksi CO2 global.

BACA JUGA: Kursi Limbo, Keindahan Artistik dari Plastik Daur Ulang

Keunggulan Sugarcrete cukup signifikan. Material ini mengering jauh lebih cepat yang membutuhkan waktu satu minggu untuk mengeras. Berbeda dengan beton yang membutuhkan waktu empat minggu.

Selain itu, Sugarcrete juga lebih ringan, dengan berat hanya seperempat hingga seperlima dari batu bata tradisional dengan ukuran yang sama. Di samping itu, biaya produksi Sugarcrete jauh lebih hemat, sehingga bisa menjadi pilihan yang lebih ekonomis.

Keunggulan biaya ini sangat relevan di daerah penghasil tebu. Petani, yang selama ini membuang ampas tebu sebagai limbah, kini dapat menjualnya kepada perusahaan lokal untuk diproses menjadi Sugarcrete. Material baru ini tidak hanya mendukung pembangunan lokal, tetapi juga mengurangi ketergantungan pada beton impor.

Jejak Karbon Rendah

Selain keunggulannya dalam proses pembuatan, Sugarcrete juga memiliki jejak karbon yang jauh lebih rendah daripada beton tradisional. Sugarcrete hanya menyumbang 15% hingga 20% dari jejak karbon beton, yang disebabkan oleh produksi semen portland—komponen utama beton—yang menyumbang sekitar 5% hingga 8% dari total emisi CO2 global.

Sementara itu, tim UEL juga telah mengembangkan prototipe blok lantai modular Sugarcrete. Mereka merancang prototipe tersebut untuk mendistribusikan beban di seluruh struktur melalui blok yang saling terkait. Blok modular Sugarcrete ini juga membutuhkan baja hingga 90% lebih sedikit daripada blok beton konvensional.

BACA JUGA: Periset BRIN Kembangkan Minyak Kelapa Jadi Bahan Bakar Pesawat

Pengembangan Sugarcrete semakin mendapat pengakuan internasional. Pada Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun lalu, organisasi lingkungan Green Cross UK memberikan penghargaan kepada Sugarcrete dalam ajang Climate Positive Awards.

Penghargaan tersebut mengapresiasi inisiatif yang berfokus pada solusi perubahan iklim. Khususnya, masuk ke dalam ekonomi sirkular yang meminimalkan limbah melalui penggunaan kembali material.

 

Penulis: Dini Jembar Wardani

Editor: Indiana Malia

Top