Bandung (Greeners) – Dewasa ini penggunaan gawai seperti telepon pintar, komputer jinjing, atau tablet, sudah menjadi kebutuhan sehari-hari. Tidak jarang, pengguna gawai kesulitan untuk mengisi ulang daya listrik pada gawai ketika berada di ruang publik yang minim ketersediaan port listrik saat tidak membawa baterai atau penyimpan daya tambahan.
Hal ini menjadi latar belakang para mahasiswa dari tim laboratorium Information and Autonomous Control System Laboratory (INACOS) Telkom University bekerjasama dengan Schneider Electric Campus Ambassador, untuk menciptakan sebuah pusat pengisian ulang baterai berkonsep sepeda kayuh di taman kota dengan nama Bike for Charge. Ide tersebut secara resmi diluncurkan di Taman Film Bandung, pada Minggu (18/12) lalu, dengan nama proyek Bandung Park Charging Station.
Proyek Bandung Park Charging Station ini bertujuan untuk membuat satu alat yang dapat menghasilkan listrik dengan memanfaatkan energi kinetik yang dihasilkan dari kegiatan bersepeda atau pemanfaatan panel surya.
“Selama ini masyarakat menggunakan listrik itu sesuka hatinya, kita pakai dan kita bayar. Padahal diluar itu, sebenarnya listrik perlu di manage dengan bijak. Alat ini akan memberikan pesan bahwa untuk dapat listrik itu susah dan perlu ada usaha,” ujar Zanuar Galang, Ketua Panitia Grand Launching Bandung Park Charging Station saat ditemui Greeners usai acara.
Dalam acara tersebut, tim laboratorium INACOS memaparkan cara kerja Bike for Charge yang terinspirasi dari proyek yang sama dan diterapkan di Paris dan Amsterdam tersebut.
Seperti layaknya bersepeda, pengguna gawai mengayuh pedal Bike for Charge. Secara otomatis energi kinetik yang dihasilkan diubah menjadi listrik yang mampu mengisi ulang baterai telepon pintar atau gawai lainnya. Bike for Charge memiliki kapasitas dua tempat duduk dengan satu pedal kayuhan yang dapat menghasilkan tenaga listrik pada kapasitas 1 hingga 2,1 Ampere.
Selama alat dikayuh, listrik akan teraliri sesuai energi yang dikeluarkan. Saat berhenti mengayuh, sisa listrik hasil energi kinetik tersebut akan tersimpan dalam penyimpan energi, walaupun dalam waktu yang tidak cukup lama.
“Bike for Charge masih berupa prototipe dan perlu langkah penyempurnaan, selain itu biaya pembuatannya sendiri masih di kisaran 4 juta rupiah per unit. Semoga pengembangan berikutnya dapat mengurangi biaya produksi dan dibuat secara massal di kemudian hari,” kata Galang.
Dengan proyek ini, Galang berharap alat ini mendapat dukungan dari masyarakat dan masyarakat dapat memanfaatkan alat tersebut dengan baik karena alat ini nantinya akan mengedukasi publik terhadap pentingnya manajemen energi dalam kehidupan sehari-hari.
“Masyarakat dapat menikmati fasilitas charging station ini secara gratis dengan syarat mereka sendirilah yang menyediakan listriknya dengan cara mengayuh, sehingga ada kesan bahwa butuh usaha untuk menghasilkan energi listrik sekalipun untuk mencharge baterai smartphone,” kata Galang.
Salah satu pengunjung, Astrid Khairunisa Pramanda, mahasiswa Telkom University jurusan Ilmu Komunikasi, mengapresiasi karya tersebut. Menurutnya, Bike for Charge dapat memotivasi masyarakat untuk berkunjung ke ruang publik seperti taman kota.
“Biasanya kan orang-orang pada malas ke taman-taman salah satunya karena enggak ada tempat buat charge gadget. Dengan adanya ini (Bike for Charge) kan bisa jadi fasilitas tambahan buat tempat nongkrong, sambil ngecharge juga bisa sambil olahraga,” ujar Astrid.
Ia juga berharap Bike for Charge dapat diaplikasikan di berbagai ruang publik lainnya agar masyarakat memiliki keinginan untuk menikmati ruang publik selain pusat perbelanjaan.
Penulis: ANP/G32