Renai House, karya mahasiswa Universitas Chiba meraih juara dua dalam kompetisi arsitektur Solar Decathlon Europe 2014 dengan konsep desain rumah untuk mengatasi isu bencana alam di kawasan perkotaan yang terinsipirasi dari kejadian gempa bumi Tohoku-Oki pada tahun 2011.
Ketimbang menciptakan arsitektur hunian pasca bencana sementara, mahasiswa Universitas Chiba mengembangkan konsep desain “bibit kota” yang akan membantu membangun kembali kota-kota dengan konsep pembangunan yang berkelanjutan.
Gempa bumi Tohoku-Oki yang meluluhlantakkan wilayah timur laut Jepang pada Maret 2011 telah memberi pengaruh yang sangat kuat pada mahasiswa Universitas Chiba, sehingga konsep desain mereka untuk kompetisi arsitektur Solar Decathlon Europe 2014 fokus pada membangun arsitektur paska bencana beserta masyarakat.
Konsep desain “bibit kota” dibuat berdasarkan penelitian yang dilakukan di kota Rikuzentakata, salah satu kota yang mengalami dampak terparah pada gempa bumi 2011 lalu. Setiap bagian dari rumah hemat energi ini fleksibel dan dapat dengan mudah dirangkai untuk menciptakan rumah permanen dan masyarakat yang berkelanjutan di area yang terkena dampak bencana.
Para desainer fokus pada tiga ide utama yang menjadi dasar dari konsep desain “bibit kota”,yaitu kecepatan, fleksibilitas, dan kejayaan. Setiap kayu dari rumah ini bisa dengan cepat dibangun di pabrik terdekat dan kemudian dikirim ke area yang terkena dampak bencana.
Ketika rumah tersebut sudah berada di lokasi, para pengungsi bisa menyesuaikan bentuk rumah sesuai dengan kebutuhan berdasarkan jumlah anggota keluarga atau untuk tujuan lain, seperti klinik atau kantor.
Renai House juga mampu membantu membangkitkan kembali kejayaan dan masyarakat korban bencana dengan sebuah desain yang memfasilitasi interaksi sosial dan ruang publik. Seiring waktu, nuansa temporer akan hilang dengan adanya perlengkapan rumah permanen.
Dengan mempertimbangkan perbedaan iklim di berbagai daerah, Renai House dapat dengan mudah dimodifikasi sesuai lokasi. Jika digunakan di Asia Tenggara, misalnya, atapnya bisa diganti dengan bambu lokal untuk ventilasi udara yang lebih baik. Dengan menggunakan sekat yang efisien, berbagai material alami, dan panel surya, setiap unit Renai House mampu mencapai hingga 80% pengurangan konsumsi energi bila dibandingkan dengan rumah Jepang pada umumnya.
(G33)
Sumber: inhabitat.com