Tim peneliti University of Sheffield di Inggris memodifikasi kamera ultraviolet SO2 untuk memprediksi letusan gunung berapi.
Emisi gas adalah manifestasi dari aktivitas yang terjadi di bawah permukaan gunung berapi. Cara mengukur yang peneliti inisiasi ini memungkinkan mereka melihat hal-hal yang tidak dapat dilihat dari permukaan. Pengetahuan ini sangat penting untuk pemantauan bahaya dan prediksi letusan gunung berapi di masa depan.
Sejak pertengahan tahun 2000-an, kamera ultraviolet SO2 telah menjadi alat penting untuk mengukur emisi. Namun, kampanye pengukuran harus disertai memudahkan pengguna. Hal ini membuat kamera SO2 tidak cocok untuk memperoleh kumpulan data jangka panjang.
Demi mendapatkan data pemantauan jangka panjang yang lebih baik, tim peneliti internasional terus mengembangkan kamera SO2. Mereka saat ini telah menerbitkan artikel tentang desain kamera dan dua set data awal di Frontiers in Earth Science.
“Instrumen kami menggunakan sensor yang tidak berbeda dengan sensor kamera smartphone. Alat tersebut telah dimodifikasi agar peka terhadap sinar ultraviolet. Hingga memungkinkan deteksi SO2,” kata Dr. Thomas Wilkes, peneliti di University of Sheffield.
Kamera Lebih Murah dan Hemat Daya
Kamera SO2 yang para peneliti tingkatkan ini jauh lebih murah dan mengkonsumsi lebih sedikit daya daripada model sebelumnya.
Para peneliti juga mengenalkan perangkat lunak yang mudah penggunaannya dan tersedia secara gratis. Tujuannya untuk mengontrol instrumen dan memproses data yang diperoleh dengan cara yang ampuh.
“Keterjangkauan dan keramahan bagi pengguna membuat kamera lebih banyak ahli vulkanologi akses. Hal ini mungkin tidak memiliki akses ke kumpulan data yang berisi tingkat emisi gas yang akurat,” ucap Wilkes.
Selain itu, konsumsi daya sistem ini rendah dengan rata-rata 3,75 watt, hanya ada sedikit tenaga surya yang bisa dimanfaatkan. Hal ini akan sangat bermanfaat bagi kamera yang beroperasi dengan panel surya atau baterai yang lebih sedikit atau lebih kecil.
Wilkes menambahkan, meskipun ada instrumen lain yang dapat mengukur emisi vulkanik, kamera SO2 dapat memberikan data waktu dan resolusi spasial yang lebih tinggi. Hal ini dapat memfasilitasi penelitian vulkanologi baru ketika kamera ini kita pasang secara permanen.
Data Gunung Berapi dari Chile dan Hawaii
Wilkes dan timnya juga mempresentasikan dua kumpulan data awal, satu dari Lascar, sebuah stratovolcano di Chile, dan Kilauea, sebuah gunung berapi perisai di Pulau Besar Hawaii, di mana kamera mereka terus beroperasi.
“Sebelumnya, hanya tiga gunung berapi yang memasang kamera SO2 permanen,” ujar Wilkes.
Dari berbagai upaya itu, muncul sejumlah pertanyaan penelitian. Salah satunya penting untuk mengukur aktivitas vulkanik secara terus menerus secara substansial dari menit ke dekade hingga abad dan seterusnya.
Kampanye lapangan terpisah telah dilakukan, dan sementara mereka dapat sangat berharga untuk berbagai pertanyaan penelitian, penting untuk dapat mengukur aktivitas vulkanik secara terus menerus, karena dapat bervariasi secara substansial dari menit ke dekade hingga abad dan seterusnya.
Meskipun hemat biaya dan mudah digunakan, para peneliti menunjukkan beberapa keterbatasan kamera SO2.
“Mereka bergantung pada kondisi meteorologi, dan bekerja paling baik di bawah langit biru jernih saat gumpalan gas vulkanik bergerak dalam sudut 90 derajat ke tampilan arah kamera,” ungkap Wilkes.
Penulis : Dini Jembar Wardani
Editor : Ari Rikin
Sumber : Phys