Kabar baik datang dari Roma, Italia. Para pengguna transportasi metro atau komuter di Roma, dapat membayar transportasi umumnya dengan cara memberikan sampah botol kemasan plastik untuk didaur ulang. Inovasi ini dinamakan “Ricicli+Viaggi (Recycle + Travel)” atau dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai ‘daur ulang’ + ‘perjalanan’.
Dilansir pada laman lonelyplanet.com, bahwa Italia merupakan negara penghasil sampah paling banyak keempat di Eropa. Bahkan sampah yang dihasilkan pun dapat mengisi bangunan bersejarah Colosseum sebanyak 12 kali lipat, berdasarkan laporan Expert Market 2017.
Selain itu, dikutip pada laman weforum.org, dalam musim panas ini, Roma berada dalam status darurat sampah. Bahkan sebuah tempat pembuangan akhir (TPA) utama dan dua pabrik pengolahan kota telah ditutup. Disebutkan juga bahwa tidak ada tempat untuk menaruh setengah dari sampah ibukota. Lonjakan sampah ini disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah tingginya konsumsi warga akan air minum kemasan.
Menurut data statista.com, orang Italia minum lebih banyak air botol setiap tahun daripada negara Eropa lainnya, yaitu 188 liter per orang. Hal ini menjadikan daur ulang botol kosong menjadi masalah utama.
Mengurangi sampah botol plastik
Berangkat dari permasalahan tersebut, inovasi ini pun muncul sebagai bentuk upaya dalam mengurangi sampah botol plastik yang ada di Roma. Inisiatif ini diluncurkan oleh Walikota Roma, Virginia Raggi, bekerjasama dengan jaringan transportasi Atac, seperti dilansir pada laman weforum.org.
Para pengguna komuter di Roma dapat menghemat tarif perjalanan, karena sampah botol plastik yang dibawa dapat ditukar menjadi saldo untuk melanjutkan perjalanan berikutnya menggunakan komuter. Selain menghemat biaya perjalanan, tentunya inovasi ini sebagai bentuk gaya hidup ramah lingkungan.
Di stasiun tersebut, penumpang mendaur ulang botol plastik melalui mesin penjual otomatis. Penumpang yang telah mendaur ulang botol plastik akan mendapatkan saldo yang bisa digunakan sebagai tiket bus atau komuter untuk perjalanan selanjutnya.
Penumpang akan menerima saldo/kredit sebesar lima sen untuk setiap botol yang didaur ulang. Artinya jika mereka mendaur ulang sekitar 30 botol, maka penumpang tersebut akan menerima sebesar € 1,50 atau seharga tiket standar.
Di Roma, terdapat tiga stasiun yang memiliki mesin penjual otomatis (vending machines), yakni stasiun Cipro (di jalur A), Piramide (di jalur B), dan San Giovanni (di jalur C). Mesin-mesin ini pun dalam tahap percobaan selama kurun waktu 12 bulan. Sejak Juli 2019, 350.000 botol telah didaur ulang, memungkinkan inisiatif diperluas di stasiun lain hingga Juli 2020.
Ukuran botol plastik yang didaur ulang pun mulai dari 0,25 cl (centi liter) hingga 2 liter. Selagi botol-botol tersebut dimasukan ke dalam mesin penjual otomatis untuk dihancurkan dan dipilah, penumpang akan menerima saldo yang dapat ditebus melalui aplikasi myCicero dan Tabnet.
Di Indonesia sendiri, inovasi ini sudah diterapkan di Surabaya dengan dikenalkannya Bus Suroboyo yang beroperasi pada tahun 2018 lalu. Seperti halnya di Roma, penumpang Bus Suroboyo juga tidak dikenakan tarif, namun diharuskan membawa botol plastik sebagai alat pembayaran.
Meskipun skema daur ulang nampaknya belum cukup untuk membendung gelombang sampah di kota yang dijuluki Eternal City atau Kota Kekal, namun hal tersebut sudah mengarah ke langkah perubahan yang benar. Seperti yang diungkapkan oleh Virginia dikutip pada laman lonelyplanet.com, “Bahkan gerakan sekecil apapun menjadi penting.”
Penulis: Sarah R. Megumi