Di suatu tempat di Spanyol terdapat perkampungan yang sangat unik. Untuk menuju perkampungan ini kita harus mendaki gunung selama 30 menit. Kampung ini didiami oleh orang-orang yang menerapkan pola hidup sadar lingkungan dan telah meninggalkan kehidupan lama mereka di kota.
Tempat seperti ini bukanlah mitos belaka. Tempat ini dikenal sebagai Matavenero, satu dari ratusan kota hantu yang tersebar di sekitar Eropa. Kampung ini dihidupkan kembali sebagai tempat tinggal ramah lingkungan yang terbebas dari semua jalur layanan umum seperti listrik dan air. Penduduk kampung Matavenero ini berjumlah 60 orang yang berasal dari berbagai tempat di Eropa.
Dahulu tempat ini dihuni oleh petambang. Kampung di utara Spanyol ini sudah kosong selama hampir 20 tahun setelah terjadi kebakaran hutan besar di tahun 1960. Di tahun 1989, sekelompok orang Jerman menghidupkan kembali tempat ini, mendirikan tenda dan membangun kanal untuk menyalurkan air.
Fotografer Kevin Faingnaert adalah salah satu yang tertarik dan mendatangi langsung kampung yang disebut hanya mitos belaka ini.
“Saat saya membaca tentang Matavenero dan kehidupan mereka yang mandiri, saya langsung tertarik untuk mendatanginya. Mereka memalingkan muka terhadap kehidupan modern, memusatkan kehidupan mereka pada efisiensi dan konsumsi, dan hidup berdasarkan kepercayaan mereka tersebut. Mereka membangun kampung mereka sendiri di tempat antah berantah dan benar-benar hidup dari apa yang ditanam di sekitar mereka. Saya sangat ingin tahu bagaimana mereka hidup, siapaka mereka, apa yang mereka lakukan dan mengapa mereka meninggalkan kehidupan lama mereka,” jelas Faingnaert seperti dilansir dalam situs Huffingtonpost.com.
Seiring waktu, Faingnaert menemukan alasan kenapa begitu banyak orang meninggalkan kehidupan modern mereka. Misalnya saja, Jurn, warga Jerman berusia 56 tahun, ingin hidup lebih dekat dengan lingkungannya. Dani, seorang ilustrator berusia 28 tahun, mencari tempat yang damai untuk mengerjakan karyanya. Beberapa orang tinggal di kampung itu untuk lari dari permasalahan pribadi. Sementara beberapa orang lagi memang lahir di kampung tersebut, seperti Leoni yang usianya 26 tahun.
“Di minggu pertama, saya merasa sangat tidak nyaman,” ujar Faingnaert saat pertama tinggal di Matavenero. “Saya harus beradaptasi dengan kehidupan mereka. Namun kebanyakan mereka sangat terbuka. Semua orang diterima di kampung ini dan boleh tinggal beberapa hari di sana, asal kita menghargai visi mereka dan mau mengerjakan tugas yang diberikan untuk setiap penduduk di sana.”