Mango Materials: Evolusi Metana Menjadi Biopolimer

Reading time: 4 menit
Mango Materials: Evolusi Metana Menjadi Biopolimer
Mango Materials: Evolusi Metana Menjadi Biopolimer. Foto: Mango Materials.

Canggihnya teknologi saat ini sangat berbanding terbalik dengan kesehatan lingkungan kita. Cueknya manusia akan tanggung jawab dalam membuang sampah plastik dan bahan-bahan berdasar polimer masih kerap terjadi setiap hari.

Mereka yang katanya peduli lingkungan pun sering tidak sadar telah mencemari saluran air dan tempat pembuangan sampah. Ini terjadi saat kain berbahan dasar polimer terurai saat Anda cuci, atau ketika mencuci muka dengan pembersih yang mengandung mikroplastik.

Faktanya, saat ini jalan kita masih panjang dalam mencapai kepedulian maksimal akan lingkungan. Selama pola pikir kita belum melihat inti permasalahan dan belum ada perubahan kebijakan, maka lingkungan kita akan terus tercemar. Sampai kita mencapai momen itu, kita lebih baik menghadapi kenyataan dan mengurangi kerusakan yang terkait dengan pembuangan material sebanyak mungkin.

Bahan yang Dapat Terurai Secara Hayati

Molly Morse, CEO Mango Materials, telah mendedikasikan sebagian besar dari satu dekade hidupnya untuk belajar dan mengoptimalkan bahan yang dapat terurai secara hayati. Sebagai seorang mahasiswa pascasarjana di Stanford University, dia sangat tertarik dengan materi biodegradable yang digunakan untuk perumahan pertolongan bencana.

Morse yang juga merupakan seorang insinyur, fokus pada PHA (polihidroksialkanoat), yaitu komponen penting dari biokomposit, polimer yang dapat terurai secara hayati. Namun, saat itu sulit untuk mendapatkan PHA. Harganya yang mahal bukan alasan sepele, bahkan untuk lab penelitian akademik di Stanford.

Untungnya, sebuah kelompok di Stanford memelopori cara untuk membuat PHA dari fermentasi bakteri pada metana. Masalah pasokan sumber dayanya teratasi, sehingga Morse dapat fokus mempelajari bagaimana PHA terdegradasi secara alami.

Awalnya dia terinspirasi oleh perumahan pertolongan bencana, namun Morse mulai berpikir mengenai plastik dan bahan berbasis polimer secara mendalam. Dia membayangkan bagaimana caranya membuat bahan yang bisa terurai di tempat pembuangan sampah atau lautan sehingga kerusakan lingkungan tidak semakin bertambah parah?

Mango Materials: Evolusi Metana Menjadi Biopolimer

Mango Materials ciptakan pallet dari plastik alternatif. Foto: Mango Materials.

Hadirnya Mango Materials Untuk Produksi Alternatif Plastic Pellets

Inilah yang melahirkan Mango Materials pada 2010. Perusahaan yang berbasis di San Fransisco, Amerika Serikat ini memproduksi biopolimer alami yang berasal dari limbah biogas metana dengan harga yang diklaim bersaing dengan plastik berbasis minyak konvensional.

Dengan pendanaan pertama dari National Science Foundation pada tahun 2012, Mango Materials berfokus pada produksi PHA dari formulasi metana dan biopolimer. Biasanya plastic pellets dilebur untuk membuat sesuatu, misalnya film untuk kantong plastik atau serat untuk celana yoga. Di Mango, PHA biodegradable berfungsi untuk membuat alternatif plastic pellets, sehingga Anda tidak perlu merasa bersalah ketika menggunakan kantong plastik.

Tim Mango selalu memikirkan akhir masa pakai atau desain untuk penggunaan berikutnya bagi produk mereka, serta di mana produk mereka akan berakhir.

“Kami menghabiskan banyak waktu untuk memperhatikan biodegradablity di lingkungan anaerobik, lingkungan laut, kompos halaman belakang. Kami memastikan semuanya dapat dicerna, dan tidak ada yang mengendap sehingga nantinya malah jadi menghasilkan racun,” kata Morse.

Mango Materials: Evolusi Metana Menjadi Biopolimer

Mango Materials bekerja secara efisien. Tak hanya membantu memenuhi kebutuhan akan bahan ramah lingkungan yang tidak akan mencemari ekosistem Bumi. Foto: Mango Materials.

Penggunaan Metana Sebagai Bahan Baku

Mango Materials bekerja secara efisien. Tak hanya membantu memenuhi kebutuhan akan bahan ramah lingkungan yang tidak akan mencemari ekosistem Bumi. Mereka juga menggunakan metana, yang merupakan gas rumah kaca, sebagai bahan baku.

Menggunakan mikroba untuk memfermentasi gas bukanlah hal yang mudah. Mereka harus menggunakan mikroba yang membutuhkan metana dan oksigen, campuran yang mudah meledak.

Tidak sembarang bioreaktor dapat menangani fermentasi gas. Itulah sebabnya tim Mango memiliki kontainer untuk fermentasinya sendiri.

“Jika Anda melihat konversi karbon dari penggunaan metana sebagai bahan baku, sangat menguntungkan untuk menggunakan metana – terutama jika Anda melihat perbandingan harga karbon dan metana per gramnya, dan hasil penjualan dari PHA,” tutur Morse.

Secara khusus, butuh dua hingga tiga pon metana untuk menghasilkan satu pon PHA.

“Kami melihat ketertarikan dari produsen metana, tak hanya dari anaerobik, tetapi juga tempat pembuangan sampah, tambang batu bara yang ditinggalkan. Apa yang harus mereka lakukan dengan metana mereka, ini adalah masalah bagi produsen,” lanjutnya.

Mango memiliki banyak keuntungan karena menggunakan metana sebagai bahan baku. Mereka mendaur ulang gas rumah kaca yang 30 kali lebih berbahaya daripada karbondioksida.

Mango Materials: Evolusi Metana Menjadi Biopolimer

Mango memiliki banyak keuntungan karena menggunakan metana sebagai bahan baku. Mereka mendaur ulang gas rumah kaca yang 30 kali lebih berbahaya daripada karbondioksida. Foto: Mango Materials.

Baca juga: Polemik Sampah Plastik, Degradable atau Biodegradable?

Iklan dan Aturan yang Menyesatkan

Salah satu alasan mengapa pembuangan yang tidak bertanggung jawab terus terjadi adalah karena kebingungan konsumen akan apa sebenarnya plastik dan polimer. Kekeliruan ini juga tercipta karena iklan yang sesat dan aturan akan pelabelan yang berubah-ubah.

“Sangat penting bagi kami, Mango Materials, dipandang sebagai solusi untuk menciptakan bahan yang dapat terurai secara hayati, atau paling tidak menjadi sumber informasi terpercaya,” jelas Morse.

Fokus Pengembangan Mango Materials

Saat ini mereka fokus akan pengembangan PHA untuk serat tekstil, menggantikan poliester yang berpolusi di industri mode. Selain itu juga memformulasikannya untuk penerapan lain, termasuk pembuatan topi, film, percetakan 3D, dan pengemasan.

Penulis: Agnes Marpaung.

Sumber:

Synbiobeta

Cleantech

Top