Di tengah masa pandemi Covid-19, bercocok tanam menjadi hobi baru bagi masyarakat Tanah Air. Dalam menerapkan hobi bercocok tanam, masyarakat umumnya menggunakan polybag dan pot yang terbuat dari plastik sebagai wadah tanaman. Tidak heran, wadah ini populer karena harganya yang murah. Namun, penggunaan pot plastik akan berakhir menjadi limbah pencemar lingkungan ketika pemilik sudah tidak menggunakannya lagi. Hal ini dikarenakan bahan plastik yang membutuhkan waktu lama untuk terurai. Salah satu solusi ini datang tiga orang mahasiswa asal Kalimantan. Mereka berkreasia menciptakan pot organik.
Mahasiswa Politeknik Negeri Tanah Laut, Kalimantan Selatan, Jaka Darma Jaya, Adzani Ghani Ilmannafian, dan Maimunah menciptakan wadah tanaman dari serat kelapa sawit. Wadah ini dapat terurai secara alami dan dapat langsung ditanam dalam tanah sehingga dapat menambah kandungan bahan organik yang terdapat pada tanah.
“Selain mudah terdegradasi dan tidak mencemari lingkungan, pot organik juga dapat langsung ditanam di dalam tanah dan menambah bahan organik pada tanah. Pot organik dapat menjadi salah satu media tanam yang memiliki kandungan hara yang cukup baik, sehingga memberikan sumbangsih terhadap kelestarian tanah dan lingkungan,” tulis Jaka dkk., dalam “Pemanfaatan Limbah Serabut (Fiber) Dalam Pembuatan Pot Organik”.
Baca Juga: Wadah Makanan Sekali Pakai dari Pelepah Pinang
Proses Pembuatan Pot Organik: Peneliti Manfaatkan Serat Kelapa Sawit Kalimantan
Mulanya, peneliti memotong serat kelapa sawit hingga berukuran kurang lebih 5 milimeter sebanyak 100 gram. Kemudian peneliti menambahkan bahan lainnya yaitu kanji dan gambir sebagai perekat serat kelapa sawit.
Kanji dan gambir dicampurkan dengan air sebanyak 150 mililiter dan dipanaskan di atas hot plate hingga mengental. Perekat tersebut kemudian dicampurkan dengan serat kelapa sawit hingga tercampur rata.
Semua bahan yang telah tercampur kemudian dicetak dalam cetakan berbentuk pot plastik hingga benar-benar padat dan dikeluarkan. Selanjutnya, hasil cetakan pot dikeringkan di bawah sinar matahari selama kurang lebih 2 hingga 3 hari.
Kadar air yang akan didapatkan dalam pot setelah dikeringkan adalah sebesar 10,24%. Besar kadar air ini dinilai sangat penting bagi kualitas pot organik itu sendiri.
“Kadar air merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap penurunan mutu pot organik, karena dapat merusak tekstur pot dan mengundang tumbuhnya jamur pengganggu. Semakin rendah kadar air maka akan memperpanjang masa simpan pot tersebut, sedangkan semakin tinggi kadar air pot organik umumnya menyebabkan pot mudah rusak, baik karena kerusakan mikrobiologis maupun reaksi kimia,” tulis mereka.
Inovasi pembuatan pot organik yang berwarna cokelat muda dengan teksturnya yang keras ini diharapkan dapat mengurangi limbah serat kelapa sawit serta dapat menambah nilai ekonomi limbah itu sendiri. Selain itu, dengan adanya wadah ini tentu saja diharapkan dapat membantu masyarakat dalam melakukan aktivitas bercocok tanam yang lebih baik untuk lingkungan sekitar.
Penulis: Krisda Tiofani
Editor: Ixora Devi