Di banyak negara maju, jalur pejalan kaki adalah hal yang biasa. Tak jarang, di waktu sibuk, orang-orang berjalan kaki dengan tergesa. Kebutuhan warga untuk berjalan kaki dengan cepat sering beradu dengan para turis yang berjalan kaki santai. Hal tersebut banyak terjadi di kota-kota besar yaang menjadi destinasi favorit para wisatawan.
Salah satu contoh solusinya adalah membuat jalur pejalan kaki yang terpisah antara warga yang berjalan kaki cepat dengan mereka yang berjalan kaki santai. Jalur “khusus” ini ada di kota Liverpool. Kota kelahiran band legendaris The Beatles ini menjadi kota pertama yang menerapkan “jalur cepat” untuk pejalan kaki di kotanya.
Sebelumnya, toko ritel Argos telah mendanai studi yang mengungkapkan bahwa 47 persen penduduk kota menyatakan bahwa para pejalan kaki yang berjalan pelan di pusat-pusat pertokoan yang sibuk sebagai musuh utama mereka. Sebagai jawabannya, Argos menjalankan eksperimen selama seminggu penuh dengan membuat sebuah jalur cepat untuk pejalan kaki tepat di luar toko mereka yang paling sibuk.
Data yang dikumpulkan selama percobaan tersebut menguatkan kembali keinginan masyarakat Liverpool untuk memiliki jalur cepat untuk pejalan kaki yang aman dari para pejalan kaki santai yang memenuhi pedestrian. Berdasarkan penelitian tersebut, ahli retail independen, Dr. Alastair Moore, menunjukkan bahwa sebuah jalur cepat dapat meningkatkan pengalaman berbelanja secara signifikan.
Etika pejalan kaki sering terlupakan oleh para turis atau pendatang. Di kota yang sibuk dan butuh kecepatan berjalan kaki, penduduk lokal sering merasa terganggu dengan para pejalan kaki yang santai. Di New York bahkan tersedia kelas tentang etika pejalan kaki. Para pendatang diminta untuk mengikuti kelas tersebut.
Penulis: NW/G15