Pernahkah Anda membayangkan kemana perginya setiap makanan berlebih dari rumah Anda, restoran, kafe, katering, bakery, hotel, lahan pertanian, event atau acara pernikahan yang masih layak untuk dikonsumsi? Perlu diketahui makanan tersebut seringkali berakhir sia-sia dengan menumpuk di tempat sampah dan menjadi ancaman bagi kesehatan lingkungan.
Prihatin akan kondisi tersebut, sebuah perusahaan startup asal Surabaya yang bernama Garda Pangan tergerak untuk menyelamatkan makanan berlebih dan ugly produce (sayuran dan buah-buahan segar yang tampak tidak sempurna) yang berpotensi terbuang untuk diolah dan didonasikan kepada masyarakat pra-sejahtera di Surabaya.
Garda Pangan merupakan sebuah perusahaan startup dengan konsep bank makanan atau food bank yang menjadi pusat koordinasi makanan surplus yang dikumpulkan melalui donasi. Startup ini pertama kali didirikan oleh Dedhy Trunoyudho bersama isterinya ketika mengelola sebuah perusahaan katering milik keluarganya.
“Kebetulan saya dan istri saya Indah Audivtia, mengelola usaha katering milik keluarga. Dari pengalaman tersebut, kami dapati banyak sekali pembuangan makanan berlebih yang seharusnya bisa dimanfaatkan untuk masyarakat karena kondisinya masih baik.” ujar Dedhy saat dihubungi Greeners via WhatsApp beberapa hari yang lalu.
Dari akumulasi pengalaman tersebut, awalnya Dedhy dan isterinya mencari cara bagaimana untuk mendonasikan makanan berlebih dari usahanya. Dalam proses pencarian, mereka menemukan konsep “food bank” yang ternyata sudah sangat umum di luar negeri. Dibantu oleh seorang partner yang bernama Eva Bachtiar, akhirnya Dedhy dan isterinya sepakat untuk mendirikan Garda Pangan pada Juni 2017.
“Garda Pangan terbentuk karena concern kami bertiga terhadap food waste. Apalagi kalau melihat data statistik, Indonesia sendiri merupakan negara pembuang sampah makanan terbesar ke-2 di dunia, dimana satu orang bisa membuang 300 kg makanan tiap tahunnya, sementara masih ada 19,4 juta rakyat Indonesia yang masih kelaparan dan berjuang untuk makan setiap harinya.” ujar Dedhy.
Uji Kelayakan dan Layanan Jemput Makanan
Sebelum didonasikan kepada masyarakat pra-sejahtera, setiap makanan yang dikumpulkan oleh Garda Pangan dipastikan telah melewati serangkaian uji kelayakan makanan. Tim Garda Pangan juga menawarkan layanan jemput makanan di lokasi donatur sesuai dengan kebutuhannya. Dengan demikian, siapapun yang ingin mendonasikan makanan berlebih tidak perlu repot memikirkan proses pengirimannya.
“Kami mempunyai visi untuk mewujudkan pengelolaan makanan berlebih yang berpotensi terbuang untuk berbagai tujuan sosial, lingkungan dan ekonomi sesuai dengan food recovery hierarchy. Dengan berbagai usaha seperti edukasi, kampanye, advokasi dan donasi makanan berlebih.”kata Dedhy.
Setiap dua hari sekali Garda Pangan melakukan kegiatan rutin yang disebut food rescue. Bentuk kegiatan ini berupa sosialisasi ke perusahaan-perusahaan makanan seperti bakery, kafe dan restoran.
Selain food rescue, dalam momen khusus, Garda Pangan juga membuat dapur umum dengan memanfaatkan makanan berlebih dari distributor buah atau donasi bahan baku dari sekolah. Adapun kegiatan edukasi dan kampanye yang dilakukan oleh Garda Pangan bertujuan untuk menyasar masyarakat umum di car free day.
Menurut Dedhy, Garda Pangan sejauh ini telah mendapatkan respon positif di masyarakat. Setiap 2 minggu sekali Dedhy bersama timnya membuka rekrutmen untuk 40 orang relawan yang akan dilibatkan dalam kegiatan food rescue. Demi melancarkan kinerja programnya, Dedhy juga saat ini tengah mengembangkan aplikasi di platform android untuk mengakomodir para relawan dan mempermudah managemen Garda Pangan.
“Masyarakat umum juga mulai terbuka untuk mendonasikan makanan berlebihnya melalui food bank Garda Pangan, pada acara-acara dengan konsumsi besar seperti wedding, syukuran, meeting dan conference dari perusahaan-perusahaan.” kata Dedhy.
Food Recovery Hierarchy
Dalam mengatasi krisis pangan, Garda Pangan menerapkan praktek food recovery hierarchy dengan memanfaatkan potensi makanan berlebih sebesar mungkin untuk kebutuhan manusia, pakan ternak, dan kompos atau biogas. Sehingga bisa meminimalisir produksi pangan agar tidak terbuang sia-sia ke TPA.
“Melalui usaha tersebut, kami juga sekaligus mengedukasi masyarakat untuk selalu menghabiskan makanannya, dan membentuk kesadaran bahwa proses produksi makanan melibatkan proses yang panjang dan menghabiskan banyak sekali resources.” pungkas Dedhy.
Dedhy berharap kedepannya semua industri hospitality dan bisnis makanan di Surabaya bisa ikut bergabung menjadi mitra Garda Pangan agar semakin banyak makanan yang terselamatkan dan terdistribusikan dengan lebih merata. Sedangkan untuk rencana ekspansi ke daerah di luar Surabaya, Garda Pangan masih membutuhkan waktu sekitar 2-3 tahun kedepan.
“Kami masih memaksimalkan potensi yang ada di Surabaya, soalnya disini masih banyak industri makanan yang belum ter-cover oleh jasanya Garda Pangan. Kami akan menjadikan Surabaya sebagai pilot projek sebelum sampai ke daerah lain.”kata Dedhy.
Saat ini Dedhy bersama timnya masih terus berupaya untuk bisa melakukan advokasi kepada pemerintah kota Surabaya agar ikut peduli dengan isu food waste di Surabaya. Mereka percaya bahwa keterlibatan pemerintah akan mendorong iklim yang lebih kondusif bagi para bisnis makanan untuk berdonasi kepada Garda Pangan.
Berkat inovasinya dalam mengatasi isu food waste, Garda Pangan telah mendapatkan berbagai penghargaan diantaranya Top 20 Asean Young Sociopreneur Program, Top 25 in Telkom Startup Socidigi Leader, 3rd Winner Seeds for Change: Our Food Our Future Competition, Startup with Best Social Impact dari Tempo Startup Awards, 3rd Winner Indofood Pitching Competition for Startup Tackling Nutrition Issue, 2nd Winner Smart Solution for Smart City dan Best of The Best Talent Scouting dari The NextDev 2018.
Penulis: Diki Suherlan