Mengenakan berbagai asesoris dari kulit kepiting terdengar tidak menarik, bukan? Namun bagaimana kalau produk tersebut dijabarkan seperti ini: pakaian anti mikroba, anti jamur dan juga anti bakteri. Jadi bagi mereka yang malas mencuci baju, maka produk fashion ini dapat dijadikan pilihan karena produknya sanggup bertahan dalam waktu yang lebih lama tanpa harus dicuci berulang-ulang.
Sebuah perusahaan dari Alaska, Tidal Vision, melakukan proyek yang sangat menarik dari berton-ton limbah industri perikanan di Alaska. Salah satu produk inovatif mereka adalah baju Chitoskin. Ada juga produk lainnya yaitu dompet dan sabuk yang terbuat dari kulit ikan.
Chitosan adalah sebuah material yang diekstrak dari cangkang kepiting dan kulit udang. Alih-alih melapisi sehelai kain dengan material tersebut, Chitoskin dibuat dari benang yang merupakan perpaduan cangkang kepiting dan udang dan menghasilkan bahan yang lebih kuat dan lebih tahan bau.
Tidal Vision menggunakan teknologi baru untuk menambahkan nilai pada industri perikanan yang berkelanjutan. Dengan memberikan cara bagi industri tersebut untuk mengurangi limbahnya, mereka mendapatkan keuntungan limbah yang terolah kembali, seperti kulit ikan dan cangkang kepiting. Tidal Vision dididirikan di Alaska, dimana hampir 1.000 ton limbah industri perikanan seperti kulit, tulang dan cangkang dibuang ke laut tiap tahun.
Pendiri dan CEO Tidal Vision, Craig Kasberg mengatakan, “Saya tumbuh di komunitas pinggir laut di Alaska Tenggara, tempat dimana kami sangat bergantung pada keberlanjutan laut untuk makanan, budaya, juga tradisi dan perekonomian kami. Saya sudah bekerja di pengolahan salmon, halibut dan perahu penangkap kepiting sejak saya berusia 15 tahun. Kecintaan saya pada laut dimulai sejak usia dini dan terus tumbuh sampai sekarang.”
Ide-ide produknya, menurut Craig, tidak datang dari keinginan untuk membuat produk fashion semata. “Ide itu datang karena melihat limbah industri perikanan dibuang ke laut dan bertanya-tanya bagaimana kita bisa menggunakan limbah tersebut untuk sesuatu yang lebih baik,” ujar Craig.
Memanfaatkan kulit sisik ikan hanyalah salah satu cara mengangkat limbah tersebut menjadi sesuatu yang berguna. Kulit tersebut digunakan untuk membuat dompet, pembungkus ponsel, atau sabuk. Namun ke depannya, Craig berharap dapat bekerjasama dengan para pengrajin untuk membuat sepatu, boots dan lain-lain dalam edisi terbatas.
Proses mewarnai kulit sisik ikan tidaklah sederhana. Menurut website Tidal Visions, langkah pertama yang mereka lakukan adalah menghilangkan minyak alami dari kulit salmon. Kemudian dilanjutkan dengan memberi ramuan rahasia yang terbuat dari minyak pewarna dari tumbuhan untuk menggantikan minyak ikan tersebut. Setelah itu, barulah pewarnaan dimulai. Proses ini menghasilkan ketahanan yang paling tinggi dan juga memastikan warna-warna yang dihasilkan bisa diserap sampai ke bagian terdalam kulit tersebut.
“Menggunakan sumber daya laut sampai ke pontensinya yang paling akhir adalah sesuatu yang besar. Tidak ada yang menyukai limbah. Sangat memalukan melihat berton-ton limbah dikumpulkan dan dibuang ke laut tiap tahunnya. Namun mengurangi limbah saja tidak cukup menarik untuk saya. Saya ingin mendorong penangkapan ikan yang berkelanjutan dan meningkatkan perikanan yang berkelanjutan dengan produk-produk kami,” ujar Craig.
Tidal Vision tidak berhenti pada produk-produk dari limbah saja, mereka juga mulai melirik perbaikan lingkungan untuk industri pertambangan, sebuah lahan baru untuk metode ekstraksi Chitosan.
Penulis: NW/G15
Sumber: www.inhabitat.com