Sadar atau tidak, hujan yang kian membasahi daerah tempat tinggal kita saat ini sering memunculkan rasa cemas. Penyebabnya, makin banyak orang yang merasakan banjir di daerahnya. Sebuah film dokumenter berjudul “Tenggelam dalam Diam” garapan Watchdoc Documentary yang rilis 1 minggu lalu di youtube menceritakan pengalaman Dolly Harahap dan Irene Barlian beserta kawan-kawan; Ade Putri, Vira Talisa, Asteriska, Oscar Lolang, Chitra Subyakto, dan The Panturas; menyusuri kawasan pesisir pantai utara Pulau Jawa untuk melihat sejauh mana krisis iklim berdampak pada masyarakat.
“Tenggelam Dalam Diam”: Tanggul Penyelamat Warga
Film dokumenter ini bermula dengan petualangan dari barat pulau Jawa alias kota Jakarta. Dolly menyisir bagian utara Jakarta, tepatnya daerah Luar Batang, Penjaringan. Ia melihat bahwa permukaan air laut sudah lebih tinggi dari daratan. Bahkan warga membuat tanggul untuk memisahkan laut dan pemukiman, yang menjadi penyelamat warga dari luapan air.
Kesulitan Air Bersih
“Tenggelam dalam Diam” juga membagikan pengalaman warga pesisir Jakarta yang kesulitan akan air bersih. Masyarakat harus membeli air bersih dengan harga yang relatif mahal, padahal rata-rata warga bekerja sebagai buruh kasar dan pedagang kecil.
Baca juga: Pulau Plastik Mengurai Bahaya Sampah Melalui Film Dokumenter
“Tenggelam Dalam Diam”: Permukaan Tanah yang Menurun
Permukaan air laut yang meninggi dan tanah yang makin turun juga menjadi salah satu kisah yang disorot dalam film dokumenter ini. Tambak Mangare yang tadinya menjadi lokasi mata pencaharian penduduk pesisir dengan kejayaan Ikan Bandengnya, mulai menyatu dengan laut. Luas tambak berkurang karena tanggul yang terhempas ombak air laut membuat banyak penggarap tambak mulai kewalahan.
Minim Daerah Resapan Air
Faktor lainnya yang diangkat dalam film ini adalah penduduk yang semakin bertambah, menempati daerah tangkapan air yang harusnya mampu mengatasi banjir rob. Ini menyebabkan tidak adanya tanaman yang meresap air, sehingga banjir kian menjadi-jadi.
Meninggikan Tempat Tinggal
Dokumenter ini juga memberikan penontonnya gambaran bahwa banyak warga yang berjuang untuk tetap bertahan menempati pemukiman yang sudah terendam air laut. Ini karena mereka sudah lama tumbuh dan terikat dengan tempat tinggalnya. Akhirnya mereka mencari solusi jangka pendek, yaitu terus meninggikan lantai rumahnya supaya menghindari hunian mereka tenggelam karena air laut.
Tempat Pemakaman Umum Tenggelam
Narasi “Tenggelam Dalam Diam” juga membahas mengenai salah satu tempat pemakaman umum yang terendam air laut. Jika keluarga ingin berziarah, mereka harus menunggunya ketika air laut sedang surut. Ini menunjukkan betapa mirisnya akibat dari ulah manusia yang sering kali tidak peduli dengan lingkungan menjadi bumerang untuk mereka.
BACA JUGA : Seruan David Attenborough dalam A Life on Our Planet
Berpengaruh pada Produksi Batik
Banjir rob ternyata juga memengaruhi produksi batik di daerah pekalongan. Kondisi lembap yang disebabkan oleh luapan air ini memberikan efek pada produksi batik. Bahan yang terpakai butuh kondisi kering dan panas, sehingga kematangan warna akan berkurang karena kondisi yang lembap.
“Tenggelam Dalam Diam”: Memelihara Hutan Mangrove
Namun saat ini, banyak warga yang mulai bergerak untuk menerapkan solusi. Salah satu yang disorot dalam film ini adalah menanam dan memelihara hutan mangrove. Harapannya, hutan mangrove dapat menahan laju abrasi karena tanah yang semakin terkikis. Namun, tidak sembarang mangrove dapat membentengi daerahnya dari hantaman ombak. Selain itu, mangrove juga hanya langkah kecil untuk memperlambat pemanasan global, bukan solusi utama.
Tugas Bersama
“Tenggelam Dalam Diam” menyadarkan kita bahwa menjaga kelestarian lingkungan merupakan tugas bersama. Seluruh lapisan masyarakat harus turut serta beraksi; memerangi krisis iklim yang berdampak pada anomali cuaca dan abrasi. Tidak hanya menjadi ancaman bagi masyarakat pesisir, permukaan tanah yang terus tergerus tentu menjadi masalah bersama yang harus kita atasi bahu membahu serta gotong royong.
Sumber: