Untuk menekan jumlah pasien dengan keluhan obesitas dan diabetes, San Francisco Health Improvement Partnership (SFHIP) mengendalikan kesehatan masyarakat lokal dengan membatasi konsumsi minuman bersoda. Dengan tiga fokus utama, SFHIP berhasil memperbaiki kesehatan kota yang dihuni oleh 850.000 jiwa.
Ketiga fokus tersebut merupakan cara-cara SFHIP menjalankan programnya yaitu dengan menarik setiap minuman bersoda mulai dari toko, kantin, food truck hingga restoran di seluruh area kampus dan sekolah; pembatasan penjualan alkohol eceran dan perawatan gigi gratis kepada anak-anak yang kurang mampu. Pada dasarnya, program yang membatasi konsumsi minuman berkarbonasi ini diadopsi dari cara yang digunakan pemerintah setempat dalam mengelola tembakau.
“Kami perlu mengimplementasikan cara-cara pengendalian tembakau terhadap aspek kesehatan lainnya,” ujar Dr. Kevin Grumbach, Direktur Departemen Obat Keluarga dan Komunitas di University of California, San Fransisco (UCSF) seperti diberitakan Reuters.
Dalam wawancaranya tersebut, Dr. Kevin menjelaskan bahwa selain menghentikan penjual minuman untuk menyajikan minuman bersoda, program tersebut juga menghasilkan pemberlakuan pajak terhadap minuman yang disasar. Hal ini membantu mencegah kedai kopi seperti Starbucks atau Taco Bell untuk menerima izin menjual minuman keras di San Fransisco. Selain itu, program ini juga berhasil mengurangi jumlah anak yang menerima perawatan gigi akibat karang yang diakibatkan oleh minuman bersoda.
Dengan berlakunya pajak dan pencabutan perizinan pada beberapa penyedia minuman, Dr. Kevin mengatakan bahwa program ini sebenarnya bertujuan untuk memaparkan adanya pilihan yang paling mudah untuk menjaga kesehatan, yaitu dengan tidak mengonsumsi minuman bersoda. “Ini adalah tentang memilih untuk menjalani hidup sehat sebagai suatu pilihan yang mudah,” ujarnya.
Pada dasarnya, alasan SFHIP menyasar dua jenis minuman tersebut adalah tentang isu kesehatan. Minuman bersoda dapat menyerang liver. Selain itu, terlalu sering minum soda juga dapat menyebaban obesitas, diabetes dan noda pada gigi. Di San Fransisco sendiri, konsumsi minuman berkarbonasi ini sangat tinggi.
Hal ini dapat dilihat pada sebuah studi terpisah dengan sampel 2.500 karyawan dari pusat kesehatan SFHIP yang meneliti konsumsi minuman bersoda sebelum adanya pembatasan. Hasilnya, kebanyakan karyawan dengan gaji rendah yang terdiri dari petugas kebersihan, pramusaji kantin dan sopir bus mengonsumsi sebanyak 800 ml minuman berkarbonasi per hari. Sementara para doktor meminum hanya sebanyak 118 ml per harinya. Enam bulan setelah aturan tersebut diberlakukan, pekerja dengan upah rendah mengonsumsi soda 25% lebih sedikit dari biasanya.
Selain minuman soda, alkohol juga dibatasi peredarannya. Hal ini disebabkan karena San Fransisco merupakan kota yang dipadati oleh gerai-gerai ritel yang menjual minuman keras dengan bebas. SFHIP sendiri menghubungkan alkohol dengan isu kesehatan dan keselamatan yang dibuktikan dengan kematian dini pada pria yang menyumbang 10% dari total angka kematian di kota tersebut.
Sementara itu, pemberian layanan gratis untuk perawatan gigi pada anak-anak disebabkan oleh kondisi di mana 35% anak -anak di San Fransisco mengalami kerusakan gigi saat memasuki taman kanak-kanak. Di sisi lain, kebanyakan dari anak-anak tersebut tidak memiliki akses untuk memeriksa kesehatan gigi akibat kondisi finansial.
Penulis: Ayu Ratna Mutia