Jakarta (Greeners) – Pengelolaan limbah medis Covid-19 dinilai bisa menjadi ancaman baru krisis iklim. Tidak hanya terbatas pada level nasional dan di fasyankes, problematika limbah medis juga terjadi di level domestik. Keprihatinan ini dialami oleh Tasya Kamila, figur publik yang juga seorang pegiat lingkungan.
Tasya yang selama ini sering melakukan pengumpulan sampah melalui bank sampah, merasa belum ada sebuah fasilitas yang bisa digunakan untuk mengelola limbah medis, terutama masker, yang ia gunakan.
“Aku sering bingung harus diapain masker bekas. aku sampai cari tahu di internet harus diapain sampah masker. Di rumah aku udah mulai melakukan pilah sampah, dan sampah dijemput langsung lewat aplikasi. Tapi ternyata aplikasi dan bank sampah belum mau menerima sampah masker. Di satu sisi mau melindungi diri, tapi di sisi lain aku mau mengurangi sekali pakai,” ceritanya dalam diskusi online bertajuk ‘Diskusi Bareng Anak Muda: Darurat Limbah Medis, Kita Bisa Apa?’ pada Selasa (24/8/2021).
Limbah medis merupakan ancaman baru yang harus segera diselesaikan. Bukan hanya masker, semua bahan sekali pakai yang dihasilkan dari rumah sakit, termasuk Alat Perlindungan Diri (APD) yang digunakan oleh tenaga kesehatan, harus berakhir menjadi limbah medis yang seharusnya dikelola dengan benar agar tidak menimbulkan efek negatif bagi lingkungan.
Menurut Tasya Kamila, krisis iklim bukan sekadar teori atau cerita belaka, melainkan fakta yang akhirnya menyebabkan banyak dampak negatif bagi lingkungan dan manusia, seperti gagal panen, kebakaran hutan, cuaca yang tidak menentu, banjir, ketahanan pangan terganggu, hingga badai yang sudah terjadi di beberapa negara.
“Dulu tahun 2005 pernah ada kejadian tsunami tetapi tsunami sampah di TPA Leuwigajah yang menewaskan ratusan orang. Ternyata sampah yang ditumpuk itu bakalan menghasilkan gas metan dan gas metannya bisa meledak dan bisa menyebabkan kayak tsunami. Gas metan ini merupakan salah satu golongan gas rumah kaca yang berkontribusi juga terhadap pemanasan global, perubahan iklim atau yang kita sebut dengan climate crisis,” kata Tasya.
Tasya Kamila: Hati Hati Timbulan Limbah Masker
Untuk mencegah krisis iklim yang semakin parah akibat jumlah limbah medis yang bertambah banyak, Tasya menyarankan sebaiknya menerapkan pola cegah, pilah, dan olah tiap bahan dan alat sekali pakai yang digunakan. Meski hal ini belum banyak diterapkan dalam mengelola limbah medis seperti masker, dirinya mengatakan, tidak masalah untuk menerapkan pinsip tersebut.
“Kalau memang kita belum bisa mengolahnya sendiri atau belum bisa menemukan lembaga atau fasilitas apa yang benar-benar bisa mengolah limbah medis kita di rumah tangga kita mungkin yang bisa kita lakukan adalah cegah (timbulan sampah) terus kita pilah,” ujarnya.
Masker merupakan kebutuhan wajib yang harus digunakan saat ke luar rumah dan penggunaannya tidak bisa dicegah. Namun, Tasya menuturkan, cara mencegah jumlah masker bekas yang terus bertambah adalah dengan mengurangi aktivitas di luar rumah. Ia mengatakan, sebaiknya jangan ke luar rumah bila kegiatan tersebut bisa dilakukan dirumah. Hal itu menurutnya dapat mencegah jumlah masker yang akan berakhir menjadi limbah medis.
“Jadi kita tidak perlu boros masker. Jangan lupa pilah juga, jangan lupa buang masker yang telah dipakai bertanggung jawab. Dipilah, dikumpulkan jadi satu, disinfeksi, digunting-gunting, dan buang dalam wadah yang tertutup,” kata Tasya.
Tasya Kamila Ajak Anak Muda Bersuara
Tasya mengatakan, para anak muda Indonesia sangat bisa menggunakan platform untuk menyuarakan keluhannya terhadap keadaan lingkungan Indonesia. Selain itu, ia juga mengharapkan, sebaiknya keluhan yang disampaikan bersama solusi yang diinginkan supaya kita tetap bisa sehat menjaga kesehatan tetapi juga bertanggung jawab sama lingkungan.
Salah satu suara anak muda Indonesia yang baru-baru ini digerakan adalah petisi online di laman Change.org yang dibuat oleh DETALKS dan Doctors for XR Indonesia untuk mendesak Pemerintah untuk memastikan dan menjamin pengelolaan limbah medis yang transparan, cepat, dan ramah lingkungan. Petisi tersebut telah berhasil didukung oleh lebih dari 29.000 orang.
“Kalau gerakan ini juga jawaban dari dilema dan ke-galauan kita untuk menjaga kesehatan sembari menjaga kelestarian lingkungan, pastinya aku akan dukung dan tentunya aku juga mau ajak teman-teman semua untuk gunakan platform dan suara yang kita punya, social media kita untuk raise the conversation, untuk raise the concern dan juga untuk offering the solution,” pungkasnya.
Penulis: Dewi Purningsih
BACA JUGA : Pemerintah Siapkan 13 Triliun Untuk Sarana Pengelolaan Limbah B3 Medis Covid 19