Jakarta (Greeners) – Penyakit hipertensi atau tekanan darah tinggi tergolong penyakit yang tidak langsung dirasakan gejalanya namun dapat berakibat kematian. Bisa dikatakan bahwa penyakit ini diam-diam membunuh (silent killer disease).
Berdasarkan laporan Harvard T.H. Chan School of Public Health dan World Economic Forum 2015 berjudul Economics of Non-Communicable Diseases in Indonesia, penyakit kardiovaskular atau penyakit jantung adalah penyakit yang paling sering terjadi di antara penyakit tidak menular lainnya dan menyumbang 37 persen angka kematian.
Siska Suridanda Danny, dokter spesialis jantung dan pembuluh darah dari Yayasan Jantung Indonesia, mendefinisikan hipertensi sebagai nilai tekanan darah yang berhubungan erat dengan peningkatan risiko kematian akibat penyakit kardiovaskular.
“Penyebab kematian utama di Indonesia dan seluruh belahan dunia adalah penyakit kardiovaskular. Penyakit kardiovaskular merupakan gabungan antara serangan jantung dan stroke. Proporsi yang meninggal akibat penyakit kardiovaskular ini, faktor risikonya yang paling tinggi adalah hipertensi,” kata Siska saat ditemui di kantor Yayasan Jantung Indonesia.
Umumnya, tekanan darah (TD) seseorang dikatakan optimal jika nilai tekanan darahnya mencapai nilai 120/80 mmHg. Angka 120 merupakan TD sistolik atau kondisi saat jantung berdetak, dan angka 80 merupakan TD diastolik atau saat jantung berelaksasi.
Sejak tahun 1980-an hingga saat ini, seseorang dikatakan memiliki hipertensi jika nilai tekanan darahnya mencapai 140/90 mmHg. Ternyata, definisi hipertensi ini berubah seiring perkembangan zaman. Sekitar tahun 1970-an, seseorang baru dikatakan hipertensi jika tekanan darahnya sudah lebih dari 160/95 mmHg. Sementara pada tahun 1940-an, hipertensi baru disematkan pada orang yang memiliki tekanan darah lebih dari 180/110 mmHg.
Menyebabkan kerusakan organ
Sebagian besar hipertensi terjadi tanpa gejala. Penyakit ini baru disadari ketika terjadi keluhan setelah terdapat komplikasi dan gangguan organ lainnya seperti sakit kepala hebat, rasa lelah berkepanjangan, gangguan penglihatan, nyeri dada, dan lainnya. “Jika sudah ada keluhan, itu berarti orang tersebut sebenarnya sudah mengalami hipertensi,” ujar dokter Siska.
Jika hipertensi dibiarkan atau diabaikan, penyakit ini akan menimbulkan komplikasi yang dapat menyebabkan kerusakan organ. Organ-organ tubuh yang menjadi target antara lain otak, mengakibatkan stroke dan demensia; mata, mengakibatkan retinopati (penyakit retina); jantung, mengakibatkan penyakit jantung koroner dan gagal jantung; dan jika mengenai pembuluh darah akan mengakibatkan iskemia tungkai kronik.
“Kerusakan organ yang disebabkan oleh hipertensi tergantung tingginya peningkatan tekanan darah dan lamanya kondisi tekanan darah yang tidak terdiagnosis dan tidak diobati,” kata dokter Siska menerangkan.
Deteksi dini
Lebih lanjut dokter Siska mengatakan, penyebab hipertensi bisa disebabkan oleh faktor genetik dan faktor lingkungan. Ia menyontohkan seorang atlet yang melakukan endurance training atau latihan beban dengan intensitas tinggi. Latihan tersebut, lanjutnya, akan membuat otot jantung menjadi tebal atau menggangu aliran darah ke jantung. Kondisi inilah yang akan meningkatkan risiko mati mendadak atau serangan jantung. Selain itu, pola makan yang tidak sehat, kurangnya olahraga dan kebiasaan merokok juga dapat menyebabkan penyakit ini.
“Itu sebabnya kita perlu deteksi dini. Periksalah kesehatan jantung secara berkala,” kata Siska. Ia menyarankan agar orang dewasa berumur lebih dari 20 tahun tanpa gejala hipertensi agar memeriksakan tekanan darah minimal dua tahun sekali. Sementara untuk orang berumur lebih dari 40 tahun dan atau memiliki faktor risiko kardiovaskular lain, disarankan melakukan pemeriksaan tekanan darah setiap satu tahun sekali.
Dokter Siska menambahkan, Yayasan Jantung Indonesia menganjurkan masyarakat menerapkan Panca Usaha Jantung Sehat yang disebut SEHAT. SEHAT yaitu Seimbangkan gizi, Enyahkan rokok, Hadapi dan atasi stres, Awasi tekanan darah, dan Teratur berolahraga.
Penulis: Renty Hutahaean