Judul Film : Save Our Forest Giants
Tahun : 2016
Genre : Dokumenter
Durasi : 6 menit
Sumber : EU in Indonesia
Film pendek berjudul Save Our Forest Giants ini merupakan sebuah dokumenter yang mengampanyekan perlindungan terhadap gajah. Pada 2015, Delegasi UE Indonesia mengadopsi dua gajah dari Taman Nasional Gunung, Leuser, Tangkahan, Sumatera Utara sebagai Maskot UE atau simbol komitmen mereka untuk keanekaragaman hayati, konservasi, dan perang melawan krisis iklim.
Nicholas Saputra dan Amanda Marahimin yang merupakan produser film ingin meningkatkan kesadaran mengenai ancaman yang terjadi pada Gajah Sumatra. Melalui dokumenter ini, keduanya juga membangun dorongan untuk meneliti virus herpes yang menyerang anak gajah atau dikenal dengan Endotheliotropic Herpes Virus (EEHV).
Saat ini populasi gajah Sumatera di habitat aslinya diperkirakan hanya tersisa sekitar 15.000 ekor. Sekitar 300 ekor tersebar di kebun-kebun binatang di seluruh Indonesia. Sementara 200 ekor lainnya tinggal bersama pawang gajah atau mahout di berbagai tempat konservasi seperti di Tangkahan.
Gajah-gajah berada di penangkaran karena terpaksa ditangkap setelah mengganggu kampung-kampung dan perkebunan warga. Sebelum kebun-kebun hancur atau gajah-gajah mati diracun karena mereka dianggap hama,mereka ditangkap untuk dirawat di penangkaran.
Joni Rahman, yang menjadi pawang gajah selama kurang lebih 15 tahun mengungkapkan bahwa bekerja dengan hutan dan melindungi satwa adalah pekerjaan mulia. Menurutnya hal ini merupakan ilmu untuk masa depan generasi penerus.
Christoper Stremme, Senior International Elephant Project mengatakan bahwa tingkah laku, cara bermain, dan tatapan mata gajah sama seperti manusia. Ia menuturkan ada tiga anak gajah berusia 1,5 tahun sampai 2 tahun yang mati akibat inveksi Endotheliotropic Herpes Virus (EEHV) ini. Virus tersebut menjadi salah satu kekhawatiran yang paling besar di Tangkahan karena telah mematikan tiga anak gajah sebelumnya.
Indeks kasus herpes virus di gajah pertama kali didiagnosa pada 1995. EEHV ini dapat menyebabkan penyakit fatal pada anak gajah karena berisiko paling tinggi menyerang gajah usia 1 sampai 10 tahun.
Ada banyak lembaga yang melakukan penelitian terkait herpes virus termasuk mencari solusi untuk pengobatannya. Namun, sampai saat ini usaha untuk membuat vaksin isolasi virus belum membuahkan hasil. Salah satu yang menjadi kendala adalah dana, sebab, secara internasional penyakit pada gajah tidak memiliki nilai komersial. Perusahaan-perusahaan obat yang menginvestasikan dana untuk mencari solusi pun terbatas.
EEHV telah banyak membunuh anak-anak gajah yang merupakan hasil dari program pengembangbiakan. Hingga kini jumlah anak gajah yang mati di alam liar akibat virus tersebut tidak tahu pasti. Sama seperti kita yang tidak akan mengetahui sampai kapan dapat melihat anak-anak gajah akan tumbuh menjadi dewasa. Terancamnya populasi gajah di alam liar juga tidak terlepas dari hilangnya habitat, dan ancaman perburuan manusia yang mengambil gadingnya.
Sebagai simbol dukungan Uni Eropa terhadap perlindungan hutan dan gajah Sumatera, Delegasi Uni Eropa untuk Indonesia telah mengadopsi salah satu anak gajah di Tangkahan yang diberi nama Eropa.
Penulis: Mega Anisa