Judul: Diam & Dengarkan
Durasi: 1 jam 26 menit
Genre : Dokumenter
Sumber: Kanal Youtube Anatman Pictures
Film Diam & Dengarkan merupakan dokumenter yang terbagi menjadi enam babak. Di dalamnya menceritakan nilai-nilai kesadaran yang menggugah manusia sebagai makhluk hidup. Jika dilihat dari sejarah hidupnya, sebenarnya Bumi sudah mengalami kiamat bagi berbagai macam spesies. Berbagai keajaiban alam diikuti dengan bencana sudah terjadi.
Peradaban manusia bertanggung jawab terhadap terjadinya kiamat yang menimpa banyak spesies. Perilaku manusia juga diceritakan telah mengancam kelangsungan banyak makhluk hidup di dunia. Dalam 40 tahun terakhir jumlah hewan liar secara global berkurang hingga separuhnya. Kultur manusia membuat kepunahan 1.000 kali lebih cepat dari proses alaminya. Padahal tidak ada satu pun spesies yang dapat hidup sendiri tanpa makhluk hidup lainnya.
Biodiversitas merupakan keragaman berbagai jenis kehidupan yang ada di Bumi. Hutan adalah rumah bagi biodiversitas beragam makhluk. Rusaknya keanekaragaman hayati juga berpengaruh pada krisis iklim dan pemanasan global. Tanpa hutan tidak ada biodiversitas, ekosistem, air, oksigen, dan kehidupan.
Ketika manusia mengancam kelangsungan makhluk hidup lain, hal itu akan kembali kepada dirinya itu sendiri. Misalnya dalam hal penggunaan plastik, manusia bisa dikatakan tidak dapat dipisahkan oleh plastik. Selain dianggap praktis, plastik juga digunakan untuk menggantikan kantong kertas yang pada saat itu dianggap membahayakan lingkungan karena banyaknya pohon yang ditebang.
Seiring waktu, plastik yang awalnya untuk menyelamatkan lingkungan berubah menjadi sampah dan mendominasi di lingkungan. Di Jakarta, misalnya, dalam dua hari sampah yang terkumpul diibaratkan dapat dipakai untuk membangun Candi Borobudur. Sifat plastik yang sulit terurai menjadikannya sebagai penduduk tetap Bumi. Bahkan di Palung Mariana juga telah ditemukan sampah plastik. Hal ini membuktikan bahwa keberadaan plastik ditemui di tempat yang ramai hingga tempat yang tidak dihuni manusia.
Tanpa sadar, manusia juga menimbun plastik berukuran kecil atau mikroplastik dalam sistem pencernaannya. Total sampah di lautan diketahui mencapai sekitar 250 ribu ton dan kemudian menjadi santapan makhluk hidup di laut. Mikroplastik masuk ke dalam plankton yang selanjutnya dimakan ikan hingga berlanjut dikonsumsi manusia. Jika plastik sudah termakan akan sangat berbahaya, sebab, nanoplastik akan masuk ke dalam saluran darah lalu ke sistem syaraf pusat atau otak.
Di sisi lain manusia juga berjuang dari kiamat yang dibawa oleh organisme kecil antara lain, virus, bakteri, dan jamur. Jika terjadi ledakan atau serangan dari mikroorganisme tersebut akan memusnahkan banyak manusia atau seperti pandemi saat ini. Sejak zaman dahulu pandemi sudah banyak terjadi dan yang paling besar adalah Black Death. Musibah itu terjadi selama lima tahun hingga menewaskan 100 juta orang Eropa.
Momen pandemi tidak hanya membuat jarak antarmanusia, tetapi juga dengan plastik. Penggunaan plastik menurun karena tiap individu hanya berada di rumah saja. Di Jakarta penurunan jumlah sampah hingga 620 ton per hari. Selain itu kualitas udara juga dinilai menjadi lebih bersih.
Selain plastik, gaya hidup juga dapat merusak lingkungan. Seperti fashion yang memiliki siklus cepat sehingga seringkali baju yang masih layak tidak digunakan karena tuntutan gaya hidup. Padahal untuk membuat jeans dibutuhkan 6.500 liter air dan untuk membuat kaus dibutuhkan 2.700 liter air. Dari gaya hidup berbusana saja sudah mengggunakan banyak air dalam produksinya.
Belum lagi penggunaan sabun dengan busa yang melimpah dan dapat merusak lingkungan. Senyawa pada sabun yang digunakan untuk menghasilkan busa tidak dapat terurai dan memiliki dampak yang besar bagi lingkungan. Selama ini masyarakat beranggapan bahwa semakin banyak busa, pakaian akan semakin bersih padahal hal tersebut tidaklah benar. Busa sangat berbahaya bagi makhluk hidup yang ada di sungai. Sebanyak 70 persen persoalan air juga terdampak oleh adanya limbah domestik di perairan.
Masalah lainnya adalah gaya hidup dalam mengonsumsi makanan yang juga berpengaruh bagi lingkungan. Tingkat kesejahteraan manusia berbanding terbalik dengan tingkat kesejahteraan Bumi. Semakin tinggi level kemakmuran suatu negara, maka tingkat konsumsi dan jejak karbonnya juga meningkat. Semakin makmur level hidup suatu negara, semakin makmur juga konsumsi makanan dan protein hewani mereka.
Produksi makanan hewani adalah proses yang sangat mahal dan menghabiskan sumber daya karena ternak dapat menghasilkan karbondioksida maupun gas metan. Sebanyak 18 persen di antaranya dihasilkan oleh peternakan hewan.
Penulis: Mega Anisa