Jakarta (Greeners) – Dampak polusi sampah plastik tengah menjadi sorotan Agustinus Gusti Nugroho atau biasa dikenal dengan nama Nugie, penyanyi yang sering menyuarakan kepedulian terhadap lingkungan hidup ini menyampaikan bahwa yang paling penting adalah sebisa mungkin kita kurangi penggunaan plastik.
Ia mengatakan bahwa walaupun ada plastik degradable yang klaimnya akan terurai, tapi terurai yang seperti apa harus dipertanyakan juga. Karena ternyata plastik degradable ini terurainya menjadi plastik kecil-kecil atau mikroplastik di mana hal itu lebih membahayakan.
“Masih banyak orang yang belum “ngeh” bisa diurai oleh tanah ini seperti apa, menjadi apa? Apakah larut atau malah meninggalkan residu yang sifatnya mikroplastik yang membuat kita lebih ketakutan. Gue sempet belanja di plastiknya ada tulisan “green plastic” menurut gue itu juga harus dipertanyakan. Jadi hal yang paling benar adalah mengurangi penggunaan plastik,” ujarnya saat ditemui Greeners beberapa waktu lalu di Lotte Shopping Avanue, Kuningan, Jakarta.
Nugie menyampaikan bahwa gerakan kurangi penggunaan plastik itu adalah hal yang paling penting, karena kenyataan plastik degradable belum menjadi solusi melawan timbulan sampah yang ada. Indonesia dikatakan pencemar sampah kedua di dunia karena kegiatan yang dilakukan dari bangun hingga tidur lagi sangat bergantung kepada plastik.
“Sampai ketika itu gue pernah denger kalau produk rumah tangga kita seperti bumbu dapur garam sudah terkontaminasi mikroplastik. Atau gak usah jauh-jauh deh, hidupan selain kita seperti paus, penyu, atau burung yang ada di samudera sana udah ditemui mikroplastik di badannya. Buat gue ini udah krusial banget kalau kita tidak mengurangi sampah plastik,” ujar Nugie.
Oleh karenanya, Nugie selalu mengajarkan kepada anak-anaknya untuk tidak menghasilkan sampah plastik di rumah, sekolah, maupun ketika jajan di mall. Caranya, dengan memberikan edukasi seberapa bahayanya sampah plastik itu dan bawa tas belanja dari rumah jika pergi ke pasar modern.
“Gue gak pernah ngajarin anak-anak gue kalau ke supermarket pake kantong plastik, kalau memang pas banget gak bawa tas belanja, gue suruh gendong sendiri jajanannya. Berusaha banget ngurangin, yang belum bisa gue kurangin itu plastik untuk sampah di rumah (trash bag) yang hitam, itu masih belum bisa digantikan. Masa mau pake kardus nanti ancur kardusnya kalau basah,” ujarnya tersenyum.
Tapi diakui Nugie bahwa dirinya dan keluarga belum bisa benar-benar 100 persen mengurangi sampah plastik ini, permasalahannya terletak pada tempat atau wadah dari sampah (trash bag) di rumah yang masih menggunakan kantong kresek hitam atau warna merah yang diedarkan oleh lingkungan rumahnya.
“Kalau gue pribadi, bisa dibilang udah 75% dari kegiatan bangun tidur sampai tidur lagi sudah meninggalkan plastik. Selebihnya masih seperti bungkus jajanan anak gue, atau ketika kita pergi makan kita sudah mencoba untuk tidak menggunakan sedotan sejak bulan 2018. Titik balik ini gue lakukan di tahun 2015. Awalnya tahun 2007 ada KTT Perubahan Iklim kolaborasi sama UNFCC dan gue ikut. Di situ gue belajar kalau global warming is not about emission tapi ada hubungannya dengan sampah juga. Ketika tahun itu juga gue punya anak dan gue bilang ke istri, ‘mulai sekarang kita kalau belanja jangan pake kantong plastik,” ceritanya.
Nugie mengatakan bahwa memang tidak mudah untuk mengubah perilaku seperti zero waste ini, tapi setidaknya harus dicoba dari hal-hal kecil seperti mengurangi sampah plastik. “Sekali lagi gak gampang, karena tidak ada di dunia ini yang tidak menggunakan plastik, kita ini seperti terbelenggu plastik,” tutupnya.
Penulis: Dewi Purningsih