Nova Ruth Setyaningtyas, musisi asal Malang, Jawa Timur lantang menyuarakan isu lingkungan melalui lagu. Ia mengkritisi tingkah laku dan ketidakpedulian manusia terhadap lingkungan lewat liriknya. Musisi yang memiliki solo album ‘Napak Tilas’ ini mengawali karier musik hip hop bersama sahabatnya di tahun 2000. Empat tahun setelahnya ia memutuskan bersolo karier dengan aliran yang sama. Suami Nova yang tergabung dalam grup Filastine juga turut menyebarkan isu lingkungan melalu seni musik.
“Karya pertama aku memang menyinggung langsung masalah lingkungan, salah satunya lagu ‘Otak Asap’. Lagu itu mengkritisi ketidakpedulian manusia mengenai masalah emisi karbon yang terus meningkat sehingga menimbulkan perubahan iklim,” ucap Nova, di Lebak Bulus, Jakarta Selatan.
Ketertarikan Nova pada masalah lingkungan bermula karena bumi sudah tidak diperhatikan lagi oleh manusia. Menurutnya pembangunan terus dilakukan tanpa ada upaya menghijaukan kembali lingkungan. “Melalui lagu semoga saja dapat menyadarkan masyarakat bahwa lingkungan kita sudah semakin parah,” ucapnya.
Baca juga: Budi Cilok, Bawa Keresahan Lingkungan Lewat Musik
Masalah sampah dan pemanasan global, kata dia, dapat selesai jika masyarakat dan pemerintah bekerja sama. Nova menuturkan meski sampah merupakan permasalahan yang paling besar, penanganannya paling mudah karena dapat dimulai dari pengurangan. Kebijakan mengurangi penggunaan plastik semestinya dapat menjadi solusi penumpukan volume sampah.
“Di Denmark, misalnya, produk organik bebas pajak, sehingga jatuhnya lebih murah daripada non organik,” ujar Nova.
Baca juga: Robi Navicula Garap Film Dokumenter “Pulau Plastik”
Kini musisi hip hop tersebut sedang membuat sebuah proyek bernama kapal ‘Arka Kinari’. Ia menemukan kapal layar tradisional itu di sebuah pelabuhan di Belanda dan menjadikannya tempat tinggal sekaligus transportasi. Di atas kapal tersebut, Nova membuat pertunjukan seni dan berencana merilis proyeknya pada Juli 2020 di Indonesia.
Nova mengatakan kearifan lokal merupakan kunci keseimbangan alam untuk mengatasi percepatan kerusakan bumi. Kebutuhan teknologi dan informasi yang tidak penting justru menutup kebutuhan sandang, pangan, dan papan yang sudah tercukupi. Sehingga inti dari kehidupan sekarang melebihi kebutuhan dan akhirnya menjadi masalah.
“Ketika manusia menyadari kebutuhannya tidak sebanyak itu, maka sudah cukup merepresentasikan cinta lingkungan karena sudah beres dengan konsep sandang, pangan, papan,” ujar Nova.
Penulis: Ridho Pambudi