Dunia herbal menarik perhatian dokter yang juga aktris sekaligus presenter Lula Kamal. Menurutnya, kini banyak orang kembali melirik pengobatan herbal (plant based). Penelitian Riset Tumbuhan dan Jamu (Ristorja) tahun 2012-2017 oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) mencatat Indonesia memiliki sejumlah 6.000 sampai 7.500 tanaman obat.
“Sekarang itu pokoknya dimana-mana lagi tren pengobatan dari tumbuhan-tumbuhan. Obat-obatan dari bahan hewani sekarang (mulai) enggak dilirik karena banyak permasalahan. Keunggulan tumbuh-tumbuhan adalah mereka nol kolesterolnya dan tinggi khasiat,” kata Lula kepada Greeners saat ditemui dalam peluncuran Gerakan Jaga Bhumi 2019.
“Seperti kunyit, banyak banget fungsi kunyit. Di Jepang kunyit itu terkenal, mereka produksinya enggak banyak tapi orang Jepang hampir semuanya minum kunyit. Kunyit bagus buat pencernaan, antimikroba, anti segala macam (penyakit) tapi alami. Kalau lagi sakit kita minum antibiotik yang bentuk obatnya kimia, suka ada permasalahan dong, tapi kalau minum kunyit enggak berpengaruh (buruk),” ujar Lula.
Dokter yang menggemari kunyit dan temulawak sebagai tanaman obat ini berpendapat bahwa yang harus diperhatikan sekarang ini adalah bagaimana mengolah tanaman obat dalam bentuk racikan dan ekstrak. “Misalnya, kita itu minum jamu biar enggak sakit. Tapi kalau ngebayangin jamu, pasti orang mikirnya jamu godokan, padahal jamu sekarang itu udah bukan kayak begitu. Jamu sudah dalam bentuk kapsul dan cakep. Kamu bisa minum dimana dan kapan saja, jauh lebih praktis. Itu yang barang kali orang harus mengerti,” kata Lula.
Menurut Lula bahwa sudah banyak peneliti Indonesia yang meneliti manfaat dan khasiat dari tanaman obat. Ia menyayangkan hasil penelitian itu belum dipublikasikan secara masif.
“Sebetulnya zaman dulu sudah ada racikannya cuma kita saja yang tidak tahu karena sempat hilang dan tidak terpakai lagi. Itu yang aku kejar dari herbalis, instansi dan akademisi yang fokus meneliti tanaman obat untuk mereka saling bekerjasama dan berbagi informasi dengan kedokteran. Kalau bisa dikombinasi atau dikawinin kan lebih enak. Padahal tiap minggunya banyak penelitian baru tentang tanaman obat yang dihasilkan oleh universitas, sayang pendanaan publikasinya kurang, disamping itu kurangnya support dari swasta, ditambah media juga kurang ekspos,” kata Lula.
Lebih lanjut Lula mengatakan bahwa untuk mendapatkan rekomendasi tanaman obat sebaiknya langsung ke spesialis herbal atau herbalis. Dokter tidak bisa memberikan rekomendasi tanaman obat, karena bukan kapasitasnya di bidang tersebut.
“Walaupun kita sudah tahu daun sirsak itu berkhasiat mengobati kanker, sudah terkenal dan banyak yang bahas keunggulan sirsak tapi jika ditanya berapa banyak daun yang dipakai, berapa banyak takaran untuk diminum, lalu kalau kebanyakan apa rasanya, secara kedokteran saya enggak bisa rekomendasikan, ilmunya enggak ada. Dokter enggak akan kasih karena dia enggak punya ilmunya. Makanya mesti ngomong sama herbalis, lebih jago,” kata Lula.
“Tapi kalau ada yang secara pribadi menanyakan kepada saya minta rekomendasi tanaman obat, maka saya akan memberikan rekomendasi berdasarkan pengalaman pribadi yang sudah pernah saya coba atau tepatnya secara empiris. Sementara dari empiris akan ada uji tersendiri baik itu melalui uji toksisitas dan uji manfaat. Apakah suatu tanaman beracun atau tidak?” tambah Lula.
Lula mengimbau untuk memanfaatkan tanaman obat. Ia berharap dengan adanya tanaman obat bisa membantu permasalahan di dunia kesehatan, tidak tergantung dengan obat kimia atau antibiotik.
“Adanya tanaman obat bisa bantu kita. Jangan kita sakit sedikit langsung ambil obat penghilang sakit atau parasetamol. Biaya rumah sakit dan kesehatan itu kan mahal, kalau bisa jaga kesehatan pakai tanaman obat kenapa enggak? Sebetulnya masih banyak cara lain supaya kita lebih sehat juga, enggak dapet efek samping dari obat dan tidak tergantung dengan obat kimia. Kamu tahu enggak sih obat pertama yang dikasih oleh dokter itu adalah ‘edukasi’. Jadi, misalnya kamu sakit kecapaian jawabannya ya istirahat yang benar, bukan dikasih obat,” pungkas Lula.
Penulis: Sarah R. Megumi