Kopi Liberika Tungkal Komposit, Kopi dari Lahan Gambut

Reading time: 3 menit
kopi liberika tungkal
Kopi Liberika Tungkal Komposit. Foto: greeners.co/Danny Kosasih

Tanjung Jabung Barat (Greeners) – Masyarakat Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Jambi telah membudidayakan kopi secara turun-temurun sekitar 70 tahun yang lalu. Kopi tersebut ditanam pada lahan gambut dengan kondisi tanah asam yang cukup tinggi. Uniknya, masyarakat Tanjung Jabung Barat ini tidak menyadari bahwa budidaya kopi yang telah dilakukan sejak tahun 1940-an tersebut telah berkontribusi menyelamatkan lahan gambut dari degradasi.

Bimo Primono, fasilitator masyarakat dari Komunitas Konservasi Indonesia Warsi mengatakan bahwa tumbuhan kopi yang ditanam oleh masyarakat memiliki karakteristik yang ramah terhadap gambut dengan tingkat toleransi yang cukup tinggi. Menurut Bimo, dibanding sawit, menanam kopi tidak perlu menguras air gambut hingga kering karena tumbuhan tersebut masih bisa menerima level air setinggi 40 sampai 60 cm dari gambut ke permukaan.

“Jadi tidak perlu harus membuat kanal, cukup dengan parit-parit kecil yang disebut masyarakat sebagai parit cacing dengan lebar tiga jengkal dan kedalaman tiga jengkal pula. Lalu parit besar untuk menampung air gambut berukuran satu depa atau 170 cm dengan kedalaman satu setengah depa,” katanya menjelaskan.

kopi liberika tungkal

Biji kopi Liberika Tungkal yang sudah dikemas. Foto: greeners.co/Danny Kosasih

Jenis kopi yang ditanam oleh masyarakat Tanjung Jabung Barat adalah kopi Liberika Tungkal Komposit dan telah mendapat hak paten dari Kementerian Hukum dan HAM RI. Sertifikat itu telah diberikan pada Jumat (30/10) di Jakarta. Berdasarkan UU No. 15/2001 Jo.PP No. 51/2007 pula Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis (MPIG) menyadari perlunya untuk mengajukan permohonan Perlindungan Indikasi Geografis Kopi Liberika ke Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Kementerian Hukum dan HAM, dengan nama Kopi Liberika Tungkal Jambi.

Sumarno, Ketua Kelompok Tani Sri Utomo III Parit Tomo, Kelurahan Mekar Jaya, Kecamatan Betara, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, menjelaskan bahwa tanaman kopi ini memiliki keunikan, dimana buah kopi liberika lebih besar dibandingkan buah kopi arabika maupun robusta.

Kopi ini pun telah dikenal di pasar domestik maupun internasional (khususnya Malaysia) karena telah memiliki reputasi yang baik dari aspek mutu dan citarasa maupun dari harga pasar, dimana harga kopi liberika lebih tinggi dibandingkan jenis kopi arabika maupun robusta.

“Jadi pengembangan kopi liberika ini memang murni dilakukan oleh para petani yang tergabung dalam enam kelompok tani kopi di Kabupaten Tanjung Jabung Barat,” tuturnya.

Menurut Sumarno, para petani mulai bekerjasama dalam upaya memperbaiki mutu dan memikirkan tentang cara-cara untuk melindungi produk kopi mereka.

kopi liberika tungkal

Sumarno, Ketua Kelompok Tani Sri Utomo III Parit Tomo. Foto: greeners.co/Danny Kosasih

Saat ini yang menjadi tantangan berat menurut Bimo adalah kebiasaan masyarakat yang sering mengikuti tren tanam demi kebutuhan ekonomi. Tren tanam ini biasanya diikuti oleh para petani yang mudah tergiur oleh harga komoditi yang menjanjikan seperti sawit.

“Selain itu, pemasaran untuk jenis kopi ini pun masih sulit. Saat ini kami masih mencari pasar baik itu dalam bentuk komoditi maupun produk agar masyarakat tidak tergiur dan berpindah untuk menanam jenis tumbuhan lain yang merusak wilayah gambut,” katanya.

Berdasarkan uji citarasa yang telah dianalisa oleh Pusat Penelitian Kopi dan Kakao (Puslitkoka) Indonesia, Kopi Liberika Tungkal Jambi (OBKP) memiliki citarasa herbal, rubbery, ratter sourish and too high acidity dengan final score notation speciality grade (82,75). Sedangkan kopi olah basah kopi madu (OBKM) memiliki citarasa herbal, rubbery, sweet, strong aroma, heavybody and very balance dengan final score notation specialty grade (83,5).

Penulis: Danny Kosasih

Top