Kolera, Bukan Sakit Perut Biasa

Reading time: 2 menit
penyakit kolera
Ilustrasi: wikemedia common

(Greeners) – Penyakit kolera nampaknya sedang ramai dibicarakan kembali setelah sekian lama tidak pernah terdengar. Maraknya pembahasan mengenai kolera dipicu dengan adanya wabah kolera yang menyerang ratusan ribu warga Yaman, Timur Tengah, sejak tiga bulan terakhir. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam situs resminya menyatakan bahwa sebanyak 390.000 masyarakat Yaman terserang penyakit kolera dan sekitar 1.800 jiwa meninggal dalam kurun waktu tiga bulan. Sesungguhnya, apa yang dimaksud dengan penyakit kolera itu?

“Penyakit kolera sering disebut juga sebagai penyakit muntaber (muntah dan berak). Di Indonesia, penyakit diare masih sering ditemukan tetapi untuk penyakit kolera sudah sangat jarang ditemukan,” ujar Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Prof. Dr. dr. Nila Farid Moeloek, Sp.M(K), seperti dikutip dari situs resmi Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia. 

Meski sudah jarang ditemukan di Indonesia, penyakit yang disebabkan oleh bakteri Vibrio cholerae ini harus tetap diwaspadai oleh kita semua. Terlebih lagi saat ini banyak warga Indonesia yang sedang menunaikan ibadah haji. Yaman merupakan negara tetangga dari Arab Saudi, sehingga kemungkinan penyebaran dan penularan penyakit kolera pada jemaah haji asal Indonesia cukuplah besar. Banyak masyarakat Indonesia yang masih belum tahu gejala dari penyakit kolera dan sering menganggap penyakit muntaber hanyalah penyakit biasa.  

penyakit kolera

Gambar mikro bakteri Vibrio cholera. Foto: wikemedia commons

Feses menyerupai air cucian beras

Gejala penyakit kolera sesungguhnya cukup mudah dideteksi. Feses atau tinja pada penderita kolera akan berwarna putih keruh dan encer seperti air cucian beras. Setelahnya, penderita kolera akan mengalami muntah-muntah.  

“Penyakit kolera biasa ditandai dengan sering buang air besar encer dan disertai muntah. Feses (tinja) penderita kolera akan tampak encer seperti air cucian beras. Gejala penyakit kolera muncul 8-72 jam setelah penderita terpapar sumber penularan. Periode ini disebut  masa inkubasi,” tulis Kemenkes RI dalam situs resminya.

Hal tersebut juga dibenarkan oleh dr. H.M. Subuh, MPMM, Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit  Kemenkes RI. Subuh menyatakan bahwa penderita kolera harus segera diobati dan diberi cairan sebelum mengalami keadaan yang lebih kritis. 

“Betul, gejala kolera akan muncul dalam jangka waktu 8 hingga 72 jam setelah penderita melakukan kontak dengan sumber penularan. Penderita kolera harus segera berobat ke dokter dan diberi cairan. Sebagai langkah pertolongan pertama, penderita kolera dapat diberi larutan oralit. Bila terlambat untuk ditangani, penderita kolera dapat menderita dehidrasi hebat dan bisa meninggal dunia,” ujar dr. Subuh saat dihubungi oleh Greeners beberapa waktu lalu. 

Penularan penyakit kolera dapat terjadi apabila tinja penderita kolera tak sengaja mencemari air yang digunakan untuk kebutuhan makanan atau minuman. Hal tersebut dapat terjadi apabila penderita kolera buang air besar secara sembarangan, atau buang air besar di tempat yang berdekatan dengan sumber air dan tempat pengolahan makanan. 

Supaya terhindar dari penyakit kolera, kita dapat melakukan beberapa langkah preventif (pencegahan) yang cukup sederhana dan mudah dilakukan. Kolera dapat dicegah dengan berbagai cara, mulai dari mengonsumsi makanan yang bergizi hingga membersihkan rumah dengan disinfektan. 

“Supaya tidak terserang kolera, kita harus makan makanan yang bersih serta bergizi, istirahat cukup, serta menjaga kebersihan badan dan pakaian. Selain itu, minumlah air yang sudah dimasak, menggunakan air bersih atau PAM untuk keperluan sehari-hari, rajin mencuci tangan dengan sabun, serta rajin membersihkan rumah atau ruangan dengan cairan pembasmi kuman. Jika mengalami sakit perut yang berlebihan hingga diare atau mengalami muntah-muntah, segera hubungi dokter terdekat,” kata Subuh mengimbau.

Penulis: Anggi Rizky Firdhani

Top