Di balik aksi panggung yang sangat kental dengan nuansa Rock n’ Roll, pentolan grup Slank, Akhadi Wira Satriaji atau Kaka Slank ternyata juga sangat menyukai keindahan perairan laut Indonesia yang tenang.
Ketertarikannya terhadap alam dimulai sejak Slank membuat album pertama mereka pada Desember 1990. Setiap kali membuat lagu baru, Slank menetapkan empat unsur yang harus dipatuhi, yakni mengenai cinta, pergerakan pemuda, alam, dan sosial. Dari album pertama hingga sekarang, semua elemen itu wajib ada.
Kaka mengatakan dirinya mulai tertarik terhadap isu lingkungan karena dipicu oleh olahraga menyelam. Kala itu ia membuat sertifikasi menyelam di Pulau Seribu. “Setelah itu dua tahun kemudian aku ketemu komunitas dan aktivis lainnya,” ucapnya dalam siaran langsung Youtube “Bincang Alam”, Minggu, (17/05/2020).
Baca juga: Mikha Tambayong: Penting untuk Menjaga Kesehatan Mental Selama Wabah
Karena kecintaannya terhadap ikan, Kaka memutuskan untuk mengambil lisensi menyelam (diving). Hampir seluruh akun media sosialnya selalu berhubungan dengan ikan. Dari hobi tersebut, kepeduliannya terhadap alam khususnya laut terus berlanjut. Tahun 2012, Kaka menyelam untuk kedua kalinya ke wilayah Sulawesi Utara, tepatnya di Pulau Bangka, Minahasa Utara. Keindahan alam Pulau Bangka yang sangat indah dan pemandangan bawah laut yang sangat memukau, membuatnya kembali lagi ke sana.
“Pulau Bangka bagus banget. Di sini ada koral warna pink yang mekar saat arus kencang. Airnya juga jernih sekali. Dari ujung Barat hingga ujung Timur Indonesia ada ciri khas tersendiri lautnya,” ujarnya
Rencana penambangan di Pulau Bangka yang beredar pun terdengar sampai ke telinga Kaka. Saat itu ia mengatakan tidak rela pulau favoritnya akan rusak bahkan terancam hilang. Bersama rekannya, ia lalu membuat sebuah video kampanye penyelamatan Pulau Bangka yang meliputi laut dan dua desa besar di sana. Video tersebut dimasukkan ke dalam petisi berlabel “Tolak Tambang di Pulau Bangka Sulut” di change.org pada 2013.
Kaka mengaku sempat pesimis bahwa masyarakat Indonesia belum banyak yang mengetahui mengenai Pulau Bangka. Padahal kegiatan pertambangan di sana sudah sangat sering. Karena dukungan dari semua pihak yang peduli dengan lingkungan, sebanyak 29.478 orang telah menandatangani petisi tersebut. Hingga membuahkan hasil perusahaan menghentikan tambang di sana meskipun sejumlah infrastruktur telah dibuat.
Menurutnya pulau di Indonesia tidak memerlukan tambang. Ia menuturkan tanpa tambang, perekonomian di suatu wilayah dapat maju melalui keindahan alam, wisata, dan sumber daya perikanannya. “Tinggal bagaimana cara mengedukasi penduduk pulau untuk tidak tergiur dengan tambang tersebut,” ujarnya.
Ia mengatakan banyak cara lain untuk mengangkat suatu daerah apalagi yang memiliki potensi wisata. Dengan murni mengutamakan wisata dan perikanan, kata dia, Pulau Bangka bisa maju. “Jadi kita ga usah tergiur dengan tambang,” ucapnya.
Baca juga: Dila Hadju: Memulai Gerakan Diawali dari Diri Sendiri
Tidak hanya itu, Kaka juga aktif dalam gerakan Pandu Laut Nusantara. Pada 2018 lalu, kegiatan pertama yang dilakukan olehnya adalah membersihkan pesisir pantai untuk memeringati ulang tahun kemerdekaan ke-73. Bersama dengan para aktivis lain, Kaka mengumpulkan sampah di 73 titik di seluruh Indonesia salah satunya di Pantai Losari, Makassar, Sulawesi Selatan. “Total 8,81 ton sampah diangkut,” ujarnya.
Ia menambahkan, manusia harus berkaca bahwa alam sudah mulai marah karena kerusakan yang ditimbulkan. Bencana seperti Covid-19, tsunami, longsor, dan kebakaran hutan, kata Kaka, merupakan pertanda alam mulai marah.
Penulis: Ridho Pambudi