Jangan Sepelekan Ambliopia pada Anak! Bisa Sebabkan Kebutaan

Reading time: 2 menit
Ilustrasi penderita ambliopia. Foto: Freepik
Ilustrasi penderita ambliopia. Foto: Freepik
Mata malas atau ambliopia adalah salah satu penyebab hilangnya penglihatan. Jika tidak ditangani sejak dini, kondisi ini dapat berdampak buruk pada penglihatan, termasuk risiko kebutaan di usia dewasa.

Dokter Spesialis Mata RS Mata Cicendo, Feti Karfiati Memed menjelaskan, ambliopia atau mata malas adalah penurunan perkembangan penglihatan yang terjadi ketika otak tidak menerima rangsangan normal dari mata.

“Hanya anak-anak yang bisa mengalami ambliopia. Jika tidak menerima terapi pada masa anak-anak, hal ini akan mengakibatkan hilangnya penglihatan secara permanen,” ujar Feti dalam konferensi pers Hari Penglihatan Sedunia, Senin (7/10).

BACA JUGA: Lima Cara Mengatasi Mata Lelah di Rumah

Ia menambahkan, penyebab umum hilangnya penglihatan pada orang dewasa, khususnya antara usia 20 hingga 70 tahun, termasuk ambliopia. Hal ini sering terjadi karena kurangnya pengobatan yang tepat pada masa anak-anak.

Penyebab ambliopia secara umum karena adanya kelainan refraksi yang tidak terkoreksi. Selain itu, strabismus atau mata juling juga berkontribusi pada kondisi ini. Katarak dan kelainan di dalam mata turut menjadi penyebab ambliopia.

 Ambliopia menjadi salah satu penyebab hilangnya penglihatan. Foto: Kemenkes

Ambliopia menjadi salah satu penyebab hilangnya penglihatan. Foto: Kemenkes

Pentingnya Skrining Penglihatan

Pemeriksaan penglihatan pada usia sekolah seringkali terlambat, karena dokter sulit menyembuhkan ambliopia setelah usia lima tahun. Selain itu, melakukan terapi setelah usia 8 hingga 10 tahun dapat mengakibatkan kehilangan penglihatan permanen.

Anak-anak yang berisiko mengalami ambliopia antara lain mereka yang memiliki riwayat keluarga dengan strabismus atau mata juling, mata malas, atau penggunaan kacamata sejak kecil. Riwayat medis seperti kelahiran prematur hingga perkembangan terlambat juga dapat meningkatkan risiko ambliopia.

Sobat Greeners juga perlu perhatikan riwayat masalah mata seperti mata juling, mata berair, ptosis, dan penglihatan kabur. Skrining bayi baru lahir juga sebaiknya dilakukan pada usia sekitar 35 bulan atau usia 0 – 2 tahun. Hal ini bertujuan untuk mengetahui riwayat kesehatan, termasuk masalah mata dalam keluarga.

BACA JUGA: Awas, Tidur Sore Bisa Menyebabkan 4 Masalah Kesehatan Serius

“Kemudian, cek penglihatan pergerakan mata atau adanya nistagmus, jadi matanya tidak diam, dia bergerak terus. Kemudian bagaimana posisi bola mata apakah ada juling, dan refleks pada kornea serta cover test untuk melihat ada juling atau tidak,” tutur Feti.

Skrining berikutnya dilakukan pada usia 36 hingga 47 bulan, atau sekitar 3 hingga 4 tahun. Pada usia ini, anak seharusnya mampu mengukur ketajaman penglihatannya dan dapat mengidentifikasi sebagian besar optotipe pada baris 20/50 di masing-masing mata.

Pada usia ini, anak seharusnya bisa mengukur ketajaman penglihatannya dengan baik. Anak juga dapat mengidentifikasi optotipe pada baris 20/50 di masing-masing mata. Pemeriksaan dilakukan pada jarak 10 kaki atau 3 meter, dan mata yang tidak diperiksa harus tertutup dengan benar.

Skrining selanjutnya lebih baik ketika anak berusia di atas 60 bulan. Pada fase ini, harapannya anak dapat mengidentifikasi optotipe pada baris 20/30 di setiap mata. Kemenkes menganjurkan skrining ulang setiap tahun untuk memastikan kesehatan penglihatan anak.

 

Penulis: Dini Jembar Wardani

Editor: Indiana Malia

Top