Umumnya orang yang mengalami stres atau mempunyai tingkat kecemasan tinggi biasanya membutuhkan penaganan atau pertolongan secara khusus. Kecemasan atau anxiety merupakan salah satu bentuk emosi individu yang berkenaan dengan adanya rasa terancam oleh sesuatu (biasanya dengan objek ancaman yang tidak begitu jelas).
Rasa stres atau cemas bisa dialami oleh siapa saja dan kapan saja. Contohnya orang yang mengalami patah tulang (fraktur). Rasa nyeri yang ditimbulkan pada kondisi ini dapat menyebabkan kecemasan pada pasien. Kemudian perasaan takut dan cemas juga sering muncul di benak para calon ibu ketika dalam situasi persalinan. Tidak jarang hal ini membuat para perempuan mengalami stres bahkan trauma yang mendalam.
Selain itu stres, kecemasan, dan depresi menjadi faktor risiko terjadinya tekanan darah tinggi. World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa tekanan darah tinggi menyebabkan munculnya penyakit stroke dan penyakit jantung.
Kini telah banyak dikembangkan terapi-terapi keperawatan untuk menangani kecemasan ataupun nyeri pada pasien. Salah satu terapi non farmakologis yang dapat digunakan untuk mengurangi kecemasan adalah terapi musik. Lalu bagaimana sebenarnya mekanisme kerja musik pada kesehatan? Bagaimana terapi musik dapat mengurangi rasa sakit, stress, kecemasan maupun menurunkan tekanan darah?
Mekanisme kerja musik dalam kesehatan
Kehadiran musik sebagai bagian dan kehidupan manusia bukanlah hal yang baru. Selain memiliki aspek estetika, musik memiliki aspek terapetik yang banyak digunakan untuk membantu menenangkan, menyembukhan dan memulihkan kondisi fisiologis pasien maupun tenaga medis.
Sejak zaman Yunani kuno musik telah memainkan peran yang signifikan dalam hal penyembuhan manusia, Dewa Apollo dipercaya sebagai dewa musik dan dewa pengobatan. Gagasan untuk menggunakan musik sebagai alat penyembuhan dan perubahan prilaku juga telah dikemukakan oleh filsuf kenamaan seperti Phytagoras dan Plato. Musik juga telah dimanfaatkan untuk memulihkan dan menyembukan para veteran dan korban Perang Dunia I dan II.
Menurut Saloma Klementina Saing dari Departemen Ilmu Kesehatan Anak dikutip dalam tesisnya yang berjudul “Pengaruh Musik Klasik terhadap Penurunan Tekanan Darah” (2007), terapi musik adalah keahlian menggunakan musik dan elemen musik oleh seorang terapis untuk meningkatkan, mempertahankan dan mengembalikan kesehatan fisik, mental, emosional dan spiritual.
Hingga saat ini mekanisme peran musik dalam bidang kesehatan masih terus menjadi bahan kajian. Namun berdasarkan beberapa sumber kajian dan jurnal ilmiah menunjukan bahwa terapi musik terbukti berguna dalam proses penyembuhan.
Terapi musik berkembang dari berbagai disiplin ilmu, antara lain musikologi, psikologi, akustik, sosiologi, antropologi, dan neurologi. Dalam penelitian Journal of the American Medical Association (1996) melaporkan tentang hasil-hasil suatu studi terapi musik di Austin, Texas. Jurnal tersebut mengungkapkan bahwa setengah dari ibu-ibu hamil yang mendengarkan musik selama kelahiran anaknya tidak membutuhkan anestesi.
Berdasarkan Wilianto. V dan Adiyanti dalam Jurnal Intervensi Psikologi Vol.4 (2012), secara fisiologis, saat seseorang mendengarkan musik, gelombang vibrasi menstimulasi sistem limbik (mendukung berbagai fungsi seperti emosi, perilaku, motivasi, memori jangka panjang, dan penciuman), sehingga individu menjadi rileks. Musik juga memengaruhi pelepasan corticotrophin-releasing hormone (CRH), sehingga sistem saraf simpatis dan parasimpatis kembali bekerja secara seimbang dan kecemasan menurun (Taylor Piliac & Chair, 2002).
Rangsangan musik dapat meningkatkan pelepasan endorfin (senyawa kimia yang membuat seseorang merasa senang dan untuk kekebalan tubuh) dan ini menurunkan kebutuhan akan obat-obatan. Pelepasan tersebut memberikan pula suatu pengalihan perhatian dari rasa sakit dan mampu mengurangi kecemasan (Campbell, 2001).
Pemberian musik dengan irama lambat akan mengurangi pelepasan katekolamin kedalam pembuluh darah sehingga konsentrasi katekolamin dalam plasma menjadi rendah. Katekolamin merujuk kepada sekelompok hormon yang memiliki gugus katekol yang dikeluarkan oleh kelenjar adrenal dalam menanggapi stress. Pemberian musik berirama lambat dapat membuat tubuh mengalami relaksasi, denyut jantung berkurang dan tekanan darah menjadi turun (Saloma, 2007).
Namun perlu diingatkan kembali bahwa setiap individu tidak sama, selalu memiliki pola interaksi, kebudayaan, pengalaman masa lalu, persepsi dan dinamika yang berbeda. Materi dan jenis musik yang diberikan pun harus diperhatikan. Dalam pemberian terapi, sebaiknya musik yang diberikan sesuai dengan jenis musik yang disukai oleh pasien. Pemilihan jenis musik yang sesuai dengan kesukaan individu atau pasien merupakan salah satu faktor penyebab menurunnya kecemasan.
Penulis: Sarah R. Megumi