Jakarta (Greeners) – Laut seakan menjadi rumah kedua bagi Hamish Daud. Betapa tidak, pria kelahiran Gosford, Australia ini, tumbuh besar di Bali. Berselancar menjadi salah satu hobi pria yang dikenal sebagai aktor dan presenter ini. Kedekatannya dengan laut pula lah yang membuat ia menyadari bahwa kondisi laut semakin hari semakin memburuk. Salah satu penyebabnya adalah sampah plastik.
Dalam acara presentasi rencana aksi untuk penanganan masalah sampah laut Indonesian Youth Marine Debris Summit (IYMDS) 2017 yang diselenggarakan di Pusat Kebudayaan Amerika beberapa waktu lalu, Hamish turut membagikan pengalamannya tentang kondisi laut. Ia menunjukkan sebuah foto yang diambil sekitar empat tahun lalu di salah satu lokasi penyelaman di Papua. Dalam foto tersebut nampak Hamish berada sangat dekat dengan seekor pari manta di dalam laut yang berair sangat jernih. Namun di foto berikutnya, di lokasi yang sama, nampak air laut sudah bercampur dengan sampah plastik dan sampah lainnya. Foto ke dua itu ia ambil sekitar empat bulan yang lalu.
“Itu cuma satu spot. Banyak sekali tempat-tempat di Indonesia yang sudah menjadi korban dari waste management yang kurang benar,” ujarnya kepada Greeners saat ditemui usai acara.
Sampah plastik juga kerap membuat Hamish patah hati. Saat menceritakan pengalaman ketika memandu sebuah acara petualangan yang tayang di salah satu stasiun televisi swasta, Hamish dan timnya tidak jarang harus menempuh perjalanan jauh dan melelahkan untuk tiba di lokasi tujuan. Namun, di tempat yang bahkan hanya sedikit orang yang mampu mencapai lokasi tersebut, sampah plastik sudah ada di sana.
“Traveling dua hari sampai benar-benar capek akhirnya nyampe cuma ketemu sampah. Of course it’s heart breaking. Tapi itu mau salah siapa? Aku lebih memilih untuk terlibat dan memberi contoh dan semoga bisa memberi inspirasi kenapa kita harus segitu sayangnya dengan laut dan bumi kita. Because it’s the best place in the world dan harus kita jaga,” ujarnya tegas.
Menurut Hamish, dalam lima tahun belakangan banyak orang senang bepergian dan melakukan petualangan ke berbagai tempat. Kini, upaya pelestarian atau konservasi dan pendidikan menjadi tren baru. Organisasi yang aktif melakukan upaya konservasi, khususnya bagi ekosistem laut dan spesies terancam punah juga sudah mulai banyak bermunculan.
“Sekarang orang lebih sadar. We’re in a code red, kita butuh bantuan. Dalam artian, kita butuh bantuan untuk alam kita,” katanya.
Tidak ingin berpangku tangan, Hamish mengaku dirinya sedang merintis sebuah gerakan bernama #IndonesianOceanPride. Hamish menginisiasi gerakan ini bersama dengan Shawn Heinrichs, seorang sinematografer peraih penghargaan Emmy; Sarah Lewis dari Indonesian Manta Project; dan peneliti dari Conservation International. Ia juga bekerjasama dengan para peneliti dari universitas di luar negeri dan Misool Foundation.
“Gerakan ini lebih ke (alasan) kenapa kita harus bangga dengan lautan kita, kenapa kita harus jaga laut kita. Makanya saya pengin semua bisa engage ke media sosial untuk berbagi momen-momen spesial. Ini suatu gerakan dimana semua orang bisa terlibat dan mengajak orang lain agar termotivasi untuk menjaga,” ujar suami dari penyanyi Raisa ini.
Ia pun salut dengan antusiasme dan berbagai gerakan yang sudah dirintis oleh kaum muda dalam mencari solusi terhadap permasalahan sampah laut. Hamish berharap upaya-upaya tersebut lebih disebarluaskan.
“The freedom of speech now is very different to what it used to be. Semua orang sekarang ada akses ke semua orang melalui media sosial, semua orang bisa terlibat (melakukan hal-hal positif). Saya sendiri tidak ingin masuk di generasi yang merusak semuanya. Saya pengin cucuku bisa melihat apa yang saya pernah saya lihat,” katanya menutup pembicaraan.
Penulis: Renty Hutahaean