Ekspedisi Indonesia Baru telah merilis film dokumenter terbaru mereka yang berjudul “17 Sweet Letters” atau “17 Surat Cinta”. Film ini mengangkat kisah nyata perjuangan masyarakat sipil yang mengirimkan 17 surat dan laporan kepada otoritas terkait, terutama Kementerian Kehutanan Republik Indonesia. Surat-surat tersebut berisi laporan tentang deforestasi ilegal yang terus berlangsung di Suaka Margasatwa (SM) Rawa Singkil, Aceh.
Wilayah tersebut merupakan hutan gambut yang menjadi bagian dari Kawasan Ekosistem Leuser. Kawasan ini juga menjadi satu-satunya ekosistem yang menjadi habitat megafauna, seperti badak sumatra, gajah, harimau, dan orang utan sumatra.
Meskipun SM Rawa Singkil adalah area yang dilindungi, perusakan hutan di sana masih terus berlangsung. Salah satunya karena ekspansi perkebunan sawit ilegal yang memasok berbagai perusahaan besar. Film ini tidak hanya mengangkat permasalahan tersebut, tetapi juga menyoroti lemahnya penegakan hukum di wilayah “suci” bagi konservasi ekosistem dan keanekaragaman hayati ini.
Film 17 Sweet Letters adalah hasil kolaborasi antara berbagai organisasi lingkungan, termasuk Auriga Nusantara, Forest Watch Indonesia, Yayasan HAkA, Greenpeace Indonesia, dan Pustaka Bentala Rakyat. Pemutaran perdana film ini berlangsung pada Kamis, 31 Oktober 2024, di Cali, Kolombia, dalam rangka pertemuan ke-16 Konferensi Para Pihak Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Keanekaragaman Hayati (COP16).
BACA JUGA: Peringati Hari Lahan Basah Dunia, KEHATI Ajak Jaga Gambut Indonesia
Direktur Yayasan HAkA sekaligus eksekutif produser film ini, Farwiza Farhan mengungkapkan kekhawatirannya terhadap aktivitas ilegal yang terus berlangsung.
“Jika perusakan ini terus dibiarkan, kita tidak hanya kehilangan ekosistem kritis, melainkan juga mengancam keberlanjutan hidup masyarakat setempat yang bergantung pada hutan ini,” ujar Farwiza lewat keterangan tertulisnya, Senin (4/11).
Film ini mengajak penonton untuk mengeksplorasi sisi lain dari perlindungan lingkungan di Indonesia. Selain itu, juga mempertanyakan sejauh mana efektivitas penetapan wilayah konservasi dalam menjaga ekosistem dan keanekaragaman hayati dari ancaman deforestasi.
Film 17 Surat Cinta Pengingat untuk Lindungi Hutan
Sementara itu, tragedi deforestasi di SM Rawa Singkil juga menguatkan temuan dari National History Museum. Temuan tersebut menunjukkan meningkatnya penurunan keutuhan kawasan konservasi (biodiversity intactness) di dunia.
Banyak bukti menunjukkan bahwa pengelolaan kawasan konservasi oleh pemerintah tidak berarti lebih baik bagi keragaman hayati. Maka dari itu, pemerintah perlu mendorong dan merekognisi terhadap wilayah yang telah masyarakat adat dan komunitas lokal konservasi. Wilayah-wilayah ini terbukti lebih efisien dalam melestarikan keanekaragaman hayati.
“Kasus dalam film ini bukan hanya soal perusakan hutan, melainkan juga bentuk pengabaian hak masyarakat adat dan kerusakan ekosistem penting. 17 Surat Cinta menjadi pengingat bagi kita semua bahwa janji perlindungan hutan harus terwujud dalam tindakan nyata. Bukan sekadar slogan,” kata Mufti Barri dari Forest Watch Indonesia.
BACA JUGA: KLHK Klaim Pulihkan 4 Juta Hektar Hutan Indonesia
Fakta serupa juga terlihat di beberapa kawasan konservasi lainnya, seperti Taman Nasional Tesso Nilo di Riau. Analisis Auriga Nusantara mengungkapkan bahwa deforestasi di kawasan ini telah mencapai 59.603 hektare. Angka tersebut setara dengan 73% dari total luas kawasan, meskipun wilayah ini telah terkategori sebagai taman nasional sejak 2004. Begitu juga di SM Dangku, Sumatra Selatan, yang kini hanya menyisakan 23% hutan alam dari total luas kawasan 48.009 hektare.
Dalam dua tahun terakhir, deforestasi di Indonesia kembali meningkat, termasuk di wilayah konservasi. Pada 2023, laju deforestasi mencapai 12.612 hektare. Peningkatan ini sebagian besar disebabkan oleh izin konversi yang terus diterbitkan. Seperti untuk perluasan Hutan Tanaman Industri di Kalimantan, serta proyek strategis nasional seperti food and energy estate seluas 2 juta hektare di Papua Selatan.
Sebagai respons terhadap masalah ini, pemutaran film 17 Surat Cinta akan berlangsung dalam program nonton bersama di sejumlah kota di Indonesia. Setelah itu, film ini juga akan tersedia di YouTube seusai program nonton bersama berlangsung.
Penulis: Dini Jembar Wardani
Editor: Indiana Malia