Antara Air dan Mitos Dieng
Pagi itu kami langsung berkeliling Dieng. Banyak peninggalan sejarah pada zaman keemasan Hindu-Budha ada di sini. Tempat pertama yang kami kunjungi adalah Candi Arjuna. Candi ini merupakan candi Hindu tertua di Indonesia yang hingga kini masih sering dipakai untuk ibadah dan ziarah umat Hindu. Di kompleks percandian ini terdapat beberapa candi selain Candi Arjuna. Candi tersebut bernama Candi Srikandi, Candi Puntadewa, Candi Sembadra dan Candi Semar. Area ini juga dijadikan sebagai lokasi utama ritual pemotongan rambut Anak Gimbal yang biasa diadakan pada pertengahan tahun dalam Dieng Culture Festival.
Ada hal unik seputar Candi Arjuna. Mitosnya, jika pengunjung membuka telapak tangannya di dalam Candi Arjuna dan ada air yang menetes ke telapak tangan orang tersebut dari atap candi, maka keinginan mereka akan terkabul. Entahlah bagaimana kebenarannya. Saya sendiri tidak mendapati telapak tangan Saya dijatuhi tetesan air.
Setelah puas melihat candi, kami mengunjungi Telaga Warna. Telaga ini menjadi salah satu objek wisata yang terkenal di Dieng karena warna airnya yang dapat berubah-ubah tergantung cuaca. Di sebelah Telaga Warna terdapat Telaga Pengilon. Seperti halnya Candi Arjuna, telaga ini juga memiliki mitos. Danau ini diyakini dapat mencerminkan hati seseorang yang berkaca di airnya. Jika hati orang tersebut bersih, orang itu akan terlihat cantik atau tampan, namun jika hati orang tersebut buruk, wajahnya akan terlihat jelek.
Dieng Plateau Theater merupakan tujuan kami selanjutnya. Disini kami bisa menonton film tentang sejarah Dataran Tinggi Dieng. Sambil menonton kami juga bisa menikmati gorengan khas Dieng yang dijajakan di luar teater, seperti kentang goreng, jamur crispy, bayam goreng, dan yang paling unik adalah gorengan daun wortel.
Sehabis menonton, kami trekking ke belakang teater. Sedikit menanjak melalui perkebunan warga menuju Batu Ratapan Angin. Dari batu ini, kami bisa melihat Telaga Warna dan Telaga Pengilon dari ketinggian. Suguhan pemandangan alam yang sungguh indah membuat kami tanpa sadar terlalu lama berfoto-foto disini.
Kami mengunjungi Kawah Sikidang sebagai penutup penjelajahan hari itu. Kawah ini sangat unik karena pusat semburan kawahnya berpindah-pindah. Itu sebabnya kawah ini dinamakan Sikidang yang berarti ‘Kijang,’ karena kawah ini berpindah-pindah layaknya kijang yang meloncat-loncat.
Setelah puas seharian menjelajah Dieng, kami beristirahat dengan nyaman di homestay. Sambil sedikit berbincang, kami menghangatkan tubuh kami dengan anglo. Anglo merupakan tungku perapian yang terbuat dari tanah liat dan disumbui dengan arang. Malam itu kami tidak tidur terlalu larut karena kami masih harus bangun keesokan harinya untuk mengejar matahari terbit di Puncak Sikunir.
Identitas suatu daerah dapat dikenali dari makanan khasnya. Selain gorengan daun wortel, kuliner unik apalagi yang ditawarkan Dieng?
Penulis: Aghnia Fasza