Jakarta (Greeners) – Melestarikan budaya yang sudah langka dapat diaplikasikan ke dalam desain pakaian. Kain tenun menjadi salah satu produk budaya yang ingin dilestarikan oleh pengrajin-pengrajin tradisional di Indonesia karena keunikan motif dan kealamian bahan pembuatnya.
Sebuah unit usaha dari Craft Kalimantan, Borneo Chic, meluncurkan desain busana dengan memanfaatkan kain tenun dari Kalimantan. Label ini mengundang beberapa desainer untuk turut serta mengaplikasikan kain tenun dalam setiap rancangan busana mereka, seperti Hana dari Esmod dan Narima dari Yayasan Diantama.
Maria Christina Guerrero selaku salah satu Founder Borneo Chic mengatakan bahwa kegiatan ini bertujuan untuk mempromosikan bahan-bahan dari masyarakat adat dan kerajinan tradisional supaya dapat dikenal oleh masyarakat luas.
“Kita ingin agar masyarakat lebih bangga dengan budaya dan produk sendiri daripada produk luar. Kita di sini bisa promosi Ulap Doyo (bahan serat daun Doyo) dan Tenun Sintang yang memang bernilai tradisional,” ujar wanita yang akrab dipanggil Crissy ini seusai fashion show pertama busana Borneo Chic di Jakarta, Minggu (07/06/2015).
Selain menggunakan kain tenun, lanjut Crissy, pewarnaan pun menggunakan pewarna alami seperti tradisi yang ada di Dayak Desa di Sintang. Bahan pewarnanya sendiri ada yang berasal dari kunyit untuk warna kuning, morinda (Morinda citrifolia atau akar mengkudu) untuk warna merah dan indigo untuk ungu. Hal ini merupakan bentuk kepedulian terhadap kelestarian alam Kalimantan.
“Program kita bukan hanya budaya tapi berhubungan dengan ekologi dan hutan juga. Jadi kita juga mendorong supaya mereka tetap membuat tenun dari pewarna alam,” ujarnya.
Pewarna alam tersebut diaplikasikan ke kain tenun untuk busana dan bahan rotan untuk tas. Hasilnya, setiap pewarna maupun rancangan memiliki cerita, filosofi dan memiliki hubungan dengan alam, budaya, tananam, petani dan berbagai hal lainnya di wilayah Kalimantan.
Borneo Chic bertujuan melestarikan alam dan budaya di masyarakat termasuk masyarakat adat sendiri agar nilai-nilai tradisional tidak tergerus oleh budaya modern yang semakin marak di Indonesia.
Penulis: Gloria Safira