Judul: Bekantan, Perjuangan Melawan Kepunahan
Editor: Prof. Hadi Sukadi Alikodra, Dr. Efransjah, M. Bismark
Penulis: Hadi S. Alikodra, M. Bismark, M. Arief Soendjoto, Reni Srimulyaningsih, Tri Atmoko, Chairul Saleh, Jojo Ontarjo, dkk.
Penerbit: PT Penerbit IPB Press
Jumlah Halaman: 266 + 18 halaman romawi
Cetakan 1, Agustus 2015
Tidak banyak penelitian yang mengangkat bekantan sebagai objek penelitian. Kalaupun ada, publikasinya biasanya hanya sebatas jurnal ilmiah yang akan beredar di kalangan para ilmuwan dan peneliti. Sangat jarang hasil penelitian mengenai primata ini dibukukan. Buku berjudul “Bekantan, Perjuangan Melawan Kepunahan” menjadi salah satu alternatif penyajian informasi yang berharga mengenai bekantan. Ditambah lagi karya ilmiah ini ditulis oleh belasan peneliti yang peduli akan eksistensi bekantan di alam liar.
Bekantan (Nasalis larvatus) merupakan primata endemik Kalimantan yang sedang menuju kepunahan. Meijaard dan Nijman (2000) melaporkan bahwa bekantan di Pulau Kaget Muara Sungai Barito telah mengalami kepunahan lokal karena hutan mangrove habitatnya terus dikonversi menjadi lahan pertanian.
Satwa yang dikenal sebagai kera belanda ini hidup di ekosistem tepi sungai, terutama di bagian muara sungai. Mereka menempati habitat sampai mencapai 60 – 300 kilometer jauhnya ke arah pedalaman. Ia senang hidup di rawa gelam, yaitu ekosistem hutan rawa yang didominasi pohon gelam (Melaleuca cajuputi) dan rumput rawa. Disanalah bekantan memanfaatkan pohon gelam untuk beristirahat dan mencari makan.
Status perlindungan bekantan berdasarkan IUCN termasuk dalam kategori endangered species (spesies terancam punah). Sedangkan dalam CITES, bekantan terdaftar sebagai Appendix I, artinya spesies yang terancam punah. Di Indonesia sendiri, bekantan sudah termasuk sebagai satwa yang dilindungi undang-undang sejak tahun 1931.
Dalam buku ini dibahas dengan cukup rinci mengenai sumber pakan, habitat, populasi, perilaku, hingga penyebaran bekantan di Kalimantan Timur. Para penulis juga memaparkan upaya penyelamatan bekantan, diantaranya melalui ekowisata bekantan, pengembangan bioprospeksi dan pengelolaan plasma nutfah.
Menurut Hadi dan Jojo Ontarjo di halaman 229, Bab 14 Prinsip-prinsip Ekowisata Bekantan, wisata global telah berkembang menjadi industri raksasa dunia dengan pertumbuhannya yang sangat pesat. Sejak tahun 1999, perkembangannya telah mencapai 12 persen world gross national product (US Dept of Commerce 1990). Namun perkembangan wisata dunia yang pesat ini telah mengancam kelestarian bumi karena banyak memberikan dampak negatif di daerah tujuan wisata.
Meski demikian, banyak pihak yang tertarik untuk mengembangkan pariwisata berkelanjutan yang tidak merusak lingkungannya yang dikenal sebagai ekowisata. Pembangunan ekowisata bekantan harus dirancang secara terintegrasi dengan pembangunan daerah sehingga kekhawatiran terhadap gangguan lingkungan hidup dapat diatasi, bahkan kelestarian bekantan semakin terjamin. Masyarakat juga mendapat keuntungan dari kegiatan wisata dan dukungan program peningkatan usaha pertanian pemerintah daerah setempat.
Penyajian fakta dan data dalam buku ini membuat buku “Bekantan, Perjuangan Melawan Kepunahan” dapat menjadi referensi yang cukup akurat bagi para peneliti dan pemerhati keanekaragaman hayati, khususnya terkait bekantan. Buku ini juga dapat menjadi masukan berharga bagi pemangku kepentingan (stakeholders) baik pemerintah maupun swasta untuk mengambil langkah nyata menyelamatkan primata endemik Kalimantan yang nyaris punah dari hutan Indonesia.
Penulis: Renty Hutahaean