(Greeners) – Air bersih dibutuhkan hampir dalam setiap aspek kehidupan manusia. Seperti yang diketahui, penggunaan air bersih akan selalu menghasilkan limbah meskipun pada skala terkecil, yaitu rumah tangga. Limbah rumah tangga dapat berupa air bekas mencuci pakaian, air dari bilasan mandi, hingga air dari membersihkan kotoran manusia.
Air limbah yang sangat dekat dengan aktivitas konsumen sehari-hari ini disebut sebagai air limbah domestik. Peneliti Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Natalya Kurniawati S,KM, menyebutkan bahwa ada dua jenis limbah domestik, yaitu black water dan grey water.
“Black water merupakan limbah yang dihasilkan dari septic tank. Sementara grey water merupakan limbah buangan dari dapur dan kamar mandi,” ujar Natalya saat ditemui Greeners di kantor YLKI, Jakarta Selatan.
Natalya menjelaskan, air limbah domestik akan berbahaya jika tidak dikelola dengan baik. Namun regulasi yang mengatur air limbah domestik, yaitu Peraturan Kementerian Lingkungan Hidup Nomor 68 Tahun 2016 tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik, baru diusahakan di tingkat pelaku usaha menengah ke atas. Hal ini berkaitan dengan izin operasi dari usaha tersebut. Padahal terdapat banyak usaha kecil menengah di tingkat rumah tangga yang justru memerlukan perhatian lebih dari pemerintah.
“Saat ini, kita dihadapkan dengan usaha-usaha kecil yang pasti menghasilkan limbah, contohnya saja laundry kiloan. Jasa cuci dan setrika baju seperti ini biasanya merupakan usaha rumahan yang berada di sekitar daerah indekos atau kontrakan. Karena pengelolaan limbah domestik masih minim disosialisasikan oleh pemerintah, akan ada potensi pencemaran terhadap air bersih. Biasanya, air limbah domestik dibuang langsung ke saluran air kemudian akan bermuara ke sungai yang pada akhirnya kita konsumsi lagi,” kata Natalya.
Potensi pencemaran ini bisa berasal dari kontaminasi baik black water maupun grey water. Pencemaran dari air limbah domestik jenis black water umumnya berupa rembesan septic tank ke dalam tanah.
“Contohnya di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, yang kondisi geografisnya terdiri dari banyak rawa, tetapi penduduknya membangun septic tank dengan bahan kayu ulin. Seperti yang kita ketahui, kayu memiliki pori-pori yang banyak sehingga peluang terjadinya rembesan limbah domestik tersebut tinggi. Kondisi seperti ini memerlukan perbaikan, namun akan memakan biaya yang banyak. Untuk mengatasinya, Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) setempat membuat program pengurasan septic tank secara berkala,” katanya.
Selain black water, kontaminasi dari jenis grey water juga berbahaya. Air konsumsi yang tercemar bahan-bahan kimia penyusun deterjen, sabun mandi atau minyak dapat menyebabkan penyakit (waterborne disease). Penyakit yang ditimbulkan jika mengonsumsi air yang tercemar limbah domestik beragam, mulai dari infeksi bakteri di saluran perncernaan oleh E. coli hingga penyakit menular seperti Hepatitis A. Selain terhadap manusia, ekosistem air juga akan terganggu.
“Sebagai konsumen, warga Indonesia berhak atas ketersediaan air bersih yang berkelanjutan dengan kualitas yang baik. Namun, sebagai penghasil limbah domestik, kita juga perlu memperhatikan dampak aktivitas kita terhadap lingkungan. Hal ini bisa dimulai dari pembuatan septic tank dan penyaluran limbah domestik sesuai dengan aturan yang berlaku,” ujar Natalya.
Sebagai informasi, tanggal 22 Maret diperingati sebagai Hari Air Sedunia. Hari ini diperingati dengan tujuan untuk memecahkan masalah krisis air dunia. Hal ini dilakukan dengan mensosialisasikan pengelolaan sumber-sumber air bersih yang berkelanjutan.
Tahun 2017 ini, Hari Air Sedunia mengangkat tema “Wastewater” atau air limbah. Hal ini karena secara global, sebagian besar air limbah berasal dari daerah permukiman, daerah perkotaan dan lahan pertanian yang dialirkan kembali ke alam tanpa diolah terlebih dahulu. Untuk itu, perlu dibangun kesadaran masyarakat global akan keadaan lingkungan saat ini.
Penulis: Ayu Ratna Mutia