Judul Film | : | A Plastic Ocean |
Director | : | Craig Leeson |
Pemain | : | Craig Leeson, Tanya Streeter |
Genre | : | Dokumenter |
Durasi | : | 100 menit |
“Maafkan saya, saya menyesal atas nama umat manusia, untuk memasukkan plastik ke rumahmu,” ungkap Craig Leeson pada detik-detik akhir film dokumenter A Plastic Ocean.
A Plastic Ocean, film dokumenter yang menampilkan realitas bahwa begitu banyak sampah plastik yang masuk ke dalam lautan, merusak rumah bagi para penghuni laut, mengubah rantai makanan, hingga menyebabkan kematian binatang laut.
Berawal dari seorang jurnalis bernama Craig Leeson yang ingin mencari paus biru yang sulit ditangkap namun bukan hanya paus biru yang ia temukan melainkan sampah plastik yang mengambang di tengah indahnya lautan yang seharusnya masih asli.
Di Samudera Hindia, lepas pantai Srilanka di pantai yang telah ditutup selama 30 tahun ini seharusnya masih bersih dan asli, namun pada kenyataannya lautan ini dipenuhi oleh sampah plastik dan mengandung minyak. Sampah plastik yang berada dilautan ini berasal dari sampah-sampah yang dibuang ke sungai lalu mengalir sampai kelautan.
Permasalahan Sampah Plastik
Pada film dokumenter ini Craig Leeson bersama penyelam bebas Tanya Streeter bekerjasama dengan ilmuwan dan para peneliti menjelajahi dua puluh tempat dalam kurun waktu empat tahun untuk mengungkap penyebab dan konsekuensi serta memberikan solusi dari sampah plastik tersebut.
Dalam perjalanannya Craig Leeson dan Tanya Streeter menemukan berbagai permasalahan yang timbul akibat sampah plastik. Mulai dari paus yang mati akibat menelan plastik dengan lebar 6 meter persegi hingga tidak bisa makan dan mengalami kekurangan gizi, burung laut yang juga turut menjadi korban akibat sampah plastik yang mengambang di lautan, serta kura-kura tempayan yang tidak bisa menyelam akibat ada sejumlah plastik di perutnya yang menghasilkan gas.
Kejadian ini diakibatkan oleh sampah plastik yang masuk ke lautan sehingga disalahpahami oleh ikan, kura-kura, dan binatang laut lainnya sebagai ubur-ubur atau makhluk hidup lain yang bisa dimakan. Hal ini mengakibatkan berubahnya rantai makanan di laut.
Plastik menyerap berbagai bahan kimia yang bebas mengapung di lautan dan ketika plastik termakan oleh binatang di laut, racun yang menempel pada plastik masuk ke aliran darah, mengakumulasi di jaringan lemak dan sekitar organ vital hingga menyebabkan terganggunya reproduksi, metabolisme, pertumbuhan, ginjal, dan hati.
Tidak hanya ikan dan makhluk hidup yang ada di dalam laut tetapi juga makhluk hidup lainnya seperti burung laut turut menjadi korban. Dalam film dokumenter ini ditunjukkan seekor burung laut yang mati dan ditemukan ada sekitar 276 plastik di dalam perut burung yang baru berumur 90 hari. Saat ditimbang plastik yang ada di dalam perut burung menyumbang 15% dari massa tubuh burung tersebut dan ini merupakan statistik yang menakutkan, fakta paling mengejutkan adalah jika diterjemahkan dalam istilah manusia ini akan lebih buruk karena memiliki sekitar 6-8 kilo dalam perut yang setara dengan 12 pizza.
Penggunaan Plastik Berlebih
Banyaknya sampah plastik di laut disebabkan oleh penggunaan plastik yang berlebih seperti penggunaan sedotan, kemasan makanan, dan peralatan rumah tangga yang terbuat dari bahan plastik, sampah yang dibuang ke sungai lalu mengalir ke lautan, hingga microbeads yaitu bahan yang biasa digunakan pada sabun cuci muka, pasta gigi, dan alat kosmetik lainnya.
Penyebab yang lebih parah lagi adalah sinar ultraviolet, gelombang laut, dan garam yang menjadikan plastik pecah dan menjadi potongan-potongan kecil atau disebut “microplastics” yang jauh lebih berbahaya.
Tidak hanya membahayakan bagi hewan tentunya akibat dari sampah plastik ini juga membahayakan manusia. Dalam film ini menunjukkan pembakaran sampah plastik yang dapat menimbulkan beberapa penyakit seperti pulmonial, tuberkulosis, emfisima, kanker, hingga menyebabkan kemandulan.
Penyebab dan dampak dari sampah plastik ini menjadi perhatian dunia. Pada tahun 1991 Jerman menjadi negara pertama di dunia yang menyampaikan Undang-Undang Pengemasan yang mewajibkan produsen plastik bertanggung jawab untuk daur ulang dari setiap kemasan yang mereka jual.
Angkatan Laut Amerika Serikat mencari jalan untuk menangani limbah kapal tanpa harus masuk pelabuhan, Pyrogenesis dari Montred dikontrak untuk mengembangkan teknologi hijau yang mampu mengolah limbah yang dihasilkan oleh para pelaut. Pada perut kapal induk dilengkapi dengan labirin pipa baja yang berkilau untuk melahap limbah kapal.
Inti dari teknologi ini adalah obor plasma yang mengubah struktur molekul apapun yang dimasukan ke dalamnya dan mengubah kembali untuk elemen intinya lebih baik dan tidak merugikan lingkungan.
“Plastik itu indah sekali karena tahan lama dan plastik itu mengerikan karena tahan lama”
– Craig Leeson
Penulis : Mega Anisa