Memasuki bulan ketiga pandemi Covid-19, pemerintah memutuskan untuk menerapkan rutinitas kenormalan baru (New Normal). Sejumlah sektor industri dan perdagangan akan kembali dibuka dengan tetap menerapkan protokol kesehatan. Meskipun banyak menuai pro kontra, kenormalan baru dinilai sebagai proses penerimaan suatu situasi maupun kondisi.
Menurut psikolog Oriza Sativa, pelaksanaan istilah normal baru harus diladasi kehati-hatian. Terminologi tersebut, kata dia, belum tentu dapat diterapkan dengan mudah di Indonesia maupun negara lain.
Ia menambahkan pemahaman masyarakat berbeda-beda karena dipengaruhi tingkat edukasi yang beragam. Walakin, istilah kenormalan baru dianggap bukan menjalankan kehidupan yang penuh ketakutan. Melainkan mengembalikan produktivitas kehidupan yang diiringi dengan optimisme dan juga mekanisme pencegahan virus corona.
Tentunya proses adaptasi tidak seperti mengembalikan telapak tangan. Diperlukan proses untuk menyesuaikan diri dengan keadaan di tengah pandemi. Nmaun, tak jarang rutinitas kenormalan baru juga dapat menimbulkan gangguan psikologis yang serius. Melansir health.clevelandclinic.org, dokter dan psikolog Adam Borland memberikan empat cara yang harus dilakukan saat beradaptasi dalam rutinitas kenormalan baru.
1. Berdamai dengan Keadaan
Salah satu bagian terpenting untuk berdamai dengan keadaan ialah menyesuaikan diri dengan rutinitas baru. Adam memberikan satu ilustrasi yang disebut dengan dinamika yo-yo, yakni ketika semua orang akhirnya menyesuaikan diri dengan kehidupan selama pandemi.
Banyak hal-hal yang terjadi di luar kendali, tetapi rutinitas harian tetap harus dipertahankan, misalnya, dengan mengerjakan tugas-tugas yang bisa diselesaikan.