Pernahkah kalian terpikir apa yang menyebabkan hama tikus banyak sekali dijumpai di lingkungan sekitar kita? Bisa jadi ini jawabannya. Yuk, simak penjelasannya dalam artikel ini.
Indonesia menempati peringkat ketiga di dunia untuk keanekaragaman jenis reptil yaitu sekitar 600 jenis. Sayangnya, pertambahan penduduk dan meningkatnya kegiatan manusia mengancam kelestarian berbagai jenis satwa liar yang ada di Indonesia. Disamping itu, nilai ekonomi dari satwa liar juga menjadi salah satu penyebab menurunnya populasi satwa liar di alam.
Permintaan pasar yang terus meningkat menyebabkan perburuan satwa liar semakin tinggi di habitat aslinya. Berbagai jenis herpetofauna seperti kura-kura, labi-labi, biawak, soa-soa, kadal, tokek dan ular menjadi komoditas ekspor yang berharga di masa sekarang (Priyono dan Bratasentanu, 1999). Salah satu jenis satwa ular yang menjadi komoditas ekspor Indonesia adalah jenis Kobra Jawa atau Ular Sendok Jawa (Naja sputatrix) (Suhono, 1986).
Ular memang identik sebagai satwa liar yang sangat berbahaya. Ular dibedakan dari reptil lainnya karena semua ular tidak memiliki kaki sebagai alat pergerakan. Keberadaan satwa melata ini terkadang dianggap sebagai ancaman oleh manusia karena satwa ini dapat mengeluarkan bisa/racun yang mematikan. Bahkan ular kerap kali dijadikan musuh manusia, seperti yang ditayangkan di film-film layar lebar. Kenyataannya ular bersifat defensif atau akan merasa terganggu dan menyerang manusia jika habitat dan tempat mencari makan mereka di alam diganggu oleh aktifitas destruktif manusia.
Ular sendok jawa berasal dari famili Elapidae. Famili Elapidae terdiri dari 62 genus dengan 280 spesies, dan terbagi dalam dua subfamily, yaitu Elapinae dan Hydrophiinae. Ular-ular yang berbisa kuat di Indonesia termasuk ke dalam famili Elapidae seperti ular king cobra (Ophiophagus hannah), ular sendok jawa (Naja sputatrix), ular weling (Bungarus candidus) dan ular cabai kecil (Calliophis intestinalis).
Ular sendok jawa hidup di atas tanah (terestrial) dan aktif di malam hari (nokturnal). Mangsa utamanya adalah mamalia kecil seperti tikus, kodok, kadal dan ular lainnya. Ia senang dengan lokasi yang dekat dengan lubang tempat sarang tikus dan akan keluar dari sarangnya ketika kondisi hangat dan sepi. Diduga salah satu penyebab meledaknya hama tikus di areal persawahan Pulau Jawa disebabkan oleh rendahnya populasi berbagai jenis ular.
Panjang tubuh satwa ini bervariasi, mulai dari 30 cm – 600 cm. Uniknya, ukuran tubuh famili Elapidae dapat mencapai panjang 6 m yaitu dari spesies king cobra dan biasanya ovipar, namun ada pula yang ovovivipar. Khusus ular sendok, ia memiliki kemampuan menyemprotkan bisa sejauh 2 meter dan tepat mengenai mata musuh atau predatornya (Pough et al., 1998).
Tubuh satwa ini hampir bulat torak, namun acap memipih datar di bagian muka; bagian di sekitar leher dapat dilebarkan serupa tudung apabila merasa terancam. Bentuk kepalanya agak jorong, sedikit lebih besar dari lehernya dengan moncong tumpul membulat dan lubang hidung besar. Matanya berukuran sedang dengan pupil mata yang membulat. Sisik-sisik dorsal (punggung) halus tak berlunas. Sisik lingkar tubuh tengahnya antara 15 – 23 sisik.
Pola-pola warnanya sangat bervariasi. Spesimen dari Jawa berwarna kehitaman, kecokelatan, atau kekuningan, dengan ular muda kerap kali dengan pita dan bercak-bercak lateral di sekitar tenggorokan. Biasanya tidak ada pola gambar di belakang tudungnya, namun jika ada polanya sedikit banyak menyerupai bentuk-V.
Ular sendok memiliki gigi taring tipe proteroglypha yang terletak di bagian depan infralabial dengan bisa neurotoksin. Bisa ular ini juga memiliki tipe bisa hemotoksin dan kardiotoksin. Tipe gigi proteroglypha kaku tidak dapat digerakkan dan dibagian depan taring terdapat lubang saluran yang berfungsi untuk menyemprotkan bisa. Ular bertipe gigi seperti ini tergolong sangat mematikan meskipun ukuran taringnya tidak sepanjang taring solenoglypha yang dimiliki oleh ular viper, namun kemampuan menyuntikkan bisanya sangat kuat.
Penelitian sebelumnya di Australia menyatakan bahwa spesies ular dari famili Elapidae adalah spesies ular berbisa terkuat dengan jumlah terbanyak hingga 90 spesies (57,7%) dari 156 spesies ular terestrial yang terdapat di benua Australia (Wilson and Swan, 2003; Williams et al., 2006).
Sebagai negara pengekspor ular sendok jawa selain Thailand, Cina dan Malaysia, Indonesia sejak tahun 1984 mensuplai pasar kobra dunia antara 50.000 sampai 120.000 ekor pertahun (Soehartono, 1999). Ular sendok jawa tercantum dalam Apendiks II CITES atau berstatus Least Concern dalam IUCN Redlist, yang berarti bahwa spesies ini saat ini belum terancam kepunahan, namun populasinya akan terancam apabila perdagangannya tidak dikendalikan dengan ketat.
Ular sendok jawa menjadi fokus yang menarik dalam perdagangan satwa liar karena pemanfaatan penggunaan kulitnya sebagai bahan industri, makanan, obat tradisional dan satwa peliharaan. Daging ular ini diyakini memiliki khasiat meningkatkan vitalitas tubuh. Jenis ini banyak ditangkap di persawahan untuk dijual di rumah makan di berbagai kota besar. Pengembangbiakan ular sendok jawa dalam kandang penangkaran merupakan upaya untuk menjaga kelestarian serta meminimalisir pengambilan satwa ini di alam liar.
Penulis: Sarah R. Megumi