Jika Anda pernah berkunjung ke Tanah Lot, Bali, pasti sudah familiar dengan ular erabu kuning. Reptil berwarna belang-belang tersebut memang sangat populer. Selain dianggap sakral, hewan ini juga terkenal memiliki bisa yang berbahaya.
Erabu kuning merupakan satu dari delapan spesies ular erabu yang ada di dunia. Spesies ini tergolong sebagai ular laut, yang menyebar secara luas di lautan Indonesia sampai Oseania.
Secara klasifikasi, nama latin satwa ini adalah Laticauda colubrina. Kelompoknya tergabung dalam famili Elapidae, sehingga berkerabat dengan ular karang (Hemibungarus calligaster).
Dari ciri fisik dan habitatnya, ular karang dan ular erabu kuning bahkan cukup mirip. Mereka memiliki warna cerah dan hidup di sekitar pantai, meski secara genera ahli anggap berbeda.
Morfologi dan Ciri-Ciri Ular Erabu Kuning
Erabu kuning mempunyai kepala berwarna hitam dan bibir berwarna kekuningan. Selain itu, terdapat garis kuning pucat yang memanjang dari atas bibir sampai ke area belakang mata.
Seperti ular laut pada umumnya, tubuh satwa ini berbentuk pipih dengan ekor yang vertikal. Punggung mereka belang-belang hitam, serta mempunyai corak putih kekuning-kuningan.
Jika kita perhatikan, ukuran belang-belang hitam lebih kecil daripada belang putih kekuning-kuningan. Ular erabu kuning memiliki perut putih, serta bisa berbiak sepanjang 0,87 meter.
Panjang ekor pejantan biasanya hanya mencapai 13 cm. Sedangkan betina memiliki ukuran tubuh lebih besar, dengan panjang badan berkisar 1,42 meter serta panjang ekor 14,5 cm.
Uniknya, ular erabu kuning merupakan satu-satunya ular laut yang bertelur. Mereka hidup di daerah pesisir pantai, kemudian naik ke wilayah dataran untuk meletakkan telur-telurnya.
Habitat dan Distribusi Laticauda Colubrina
Secara umum, spesies Laticauda mendiami seluruh perairan laut di Indo-Australia. Bahkan populasinya ahli temukan di Selandia Baru, serta kemungkinan mencapai Kepulauan Hawaii.
Untuk ular erabu kuning sendiri, peta penyebarannya meliputi pantai timur India, Indonesia, Filipina, Melanesia, pantai timur laut dan timur Australia, serta Laut Cina Selatan dan Timur.
Di Tanah Air, populasi terbesarnya berada di sepanjang pantai barat Sumatra, Selat Malaka, Kepulauan Riau, Laut Jawa, Selat Madura, hingga seluruh perairan Bali dan Nusa Tenggara.
Sejumlah ahli juga menemukan hewan ini di Teluk Tomini, Bunaken, serta perairan Maluku. Eksistensinya terbilang cukup penting, sebab berhubungan erat dengan kebudayaan lokal.
Bagi warga Bali, erabu kuning dianggap sebagai jelmaan selendang Danghyang Niratha. Mereka diubah sebagai ular berbisa untuk menjaga pura-pura yang ada di sekitar Tanah Lot.
Reproduksi dan Kebiasaan Ular Erabu Kuning
Sebagai satwa ovipar, ular erabu kuning selalu meletakkan telur-telurnya di darat. Biasanya mereka mencari celah-celah seperti rongga di pohon kelapa, bebatuan, hingga liang pasir.
Setelah bertelur, sang induk akan kembali ke laut untuk melanjutkan hidupnya. Sedangkan telur-telur tersebut akan menetas sendiri, lalu menyelam ke laut seperti anak-anak penyu.
Jangan salah sangka, walaupun tergolong berbisa ternyata erabu kuning cenderung enggan berkonfrontasi. Mereka memilih habitat yang sepi dari manusia serta hewan buas lainnya.
Tidak cuma itu, spesies L. colubrina cenderung bersifat nokturnal dan semiakuatik. Mereka mengonsumsi ikan kecil, tetapi sesekali memburu belut moray atau jenis krustasea tertentu.
Menurut IUCN Red List, status konservasi ular erabu kuning berada di level berisiko rendah. Tren populasinya juga cenderung stabil, sehingga tidak ahli golongkan sebagai satwa langka.
Taksonomi Spesies Laticauda Colubrina
Penulis : Yuhan al Khairi