Udang merupakan salah satu komoditas perikanan Indonesia yang berpotensi besar untuk dikembangkan. Saat ini komoditas udang bernilai ekonomi mencapai USD250 miliar atau sekitar Rp3,6 triliun setiap tahun. Indonesia sendiri menempati urutan ketiga terbesar sebagai negara pengekspor udang di pasar dunia setelah Thailand dan India. Jenis udang yang diekspor oleh Indonesia di antaranya adalah udang windu, udang vaname, dan jenis udang lainnya.
Khususnya mengenai udang vaname (Litopenaeus vannamei), rata-rata jenis udang ini memiliki kontribusi volume ekspor mencapai 85%. Udang vaname memiliki karakteristik spesifik, seperti mampu hidup pada kisaran salinitas yang luas, mampu beradaptasi dengan lingkungan bersuhu rendah, memiliki tingkat keberlangsungan hidup yang tinggi, dan memiliki ketahanan yang cukup baik terhadap penyakit sehingga cocok untuk dibudidayakan di tambak.
Udang vaname merupakan udang yang berasal dari daerah subtropis pantai barat Amerika, mulai dari Teluk California di Mexico bagian utara sampai pantai barat Guatemala, El Salvador, Nicaragua, Kosta Rika di Amerika Tengah hingga ke Peru di Amerika Selatan. Di Indonesia udang vaname mulai banyak di budidayakan dan dijadikan sebagai pengganti udang windu (Penaeus monodon), dimana produksi udang windu menurun sejak 1996 akibat penurunan kualitas lingkungan dan sering mengalami kematian massal akibat penyakit dan virus.
Dalam Surat Keputusan (SK) Menteri Kelautan dan Perikanan RI. No. 41/2001 tentang Pelepasan Varietas Udang Vaname Sebagai Varietas Unggul, bahwa udang vaname merupakan udang varietas unggulan yang mampu meningkatkan produksi, pendapatan dan kesejahteraan petani ikan.
Udang vaname mempunyai keunggulan diantaranya dapat mencapai ukuran besar, dapat tumbuh secepat udang windu (3 g/minggu), dapat dibudidayakan pada kisaran salinitas yang lebar (0,5- 45 ppt /part per thousand), kebutuhan protein yang lebih rendah (20-35%) dibanding udang windu dan dapat ditebar dengan kepadatan tinggi hingga lebih dari 150 ekor/m2.
Secara morfologi udang vaname memiliki tubuh berbuku-buku dan aktivitas berganti kulit luar (eksoskeleton) secara periodik (moulting). Bagian tubuh digunakan untuk makan, bergerak, membenamkan diri ke dalam lumpur (burrowing), menopang insang, dan organ sensor seperti antena dan antenula.
Udang vaname memiliki tubuh yang dibalut kulit tipis keras dari bahan chitin berwarna putih kekuning-kuningan dengan kaki berwarna putih. Untuk ukuran tubuhnya sendiri bila dibandingkan dengan udang windu ataupun udang jrebug, udang vaname memiliki ukuran yang lebih kecil.
Kepala udang vaname terdiri dari antenula, antena, mandibula (tulang rahang bawah), dan dua pasang maxillae (tulang rahang atas). Kepala udang vaname juga dilengkapi dengan tiga pasang maxillipied untuk makan dan lima pasang kaki untuk berjalan (periopoda). Abdomen (bagian perut) terdiri dari 6 ruas. Pada bagian abdomen terdapat 5 pasang (pleopoda) kaki renang dan sepasang uropoda (ekor kipas) yang membentuk kipas bersama-sama telson (ekor).
Dilansir pada laman pskl.menlhk.go.id, pada Januari 2019 lalu, Presiden Joko Widodo melaksanakan panen raya udang vaname di lokasi Izin Pemanfaatan Hutan Perhutanan Sosial (IPHPS) di Desa Pantai Bakti, Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat (30/1). Sebanyak 5 ton udang Vaname dipanen oleh Presiden Joko Widodo dengan perkiraan pendapatan per hektar mencapai Rp317.550.000. Biaya produksi udang vaname diperkirakan sebesar Rp180 juta setiap satu hektar.
Selain bernilai ekonomi, udang juga termasuk salah satu makanan laut yang baik untuk kesehatan. Di dalam daging udang terkandung kalsium, potassium dan fosfor yang merupakan sumber vitamin A dan E. Sama halnya dengan ikan, udang pun merupakan sumber makanan laut yang mengandung asam lemak omega 3 yang berfungsi mengurangi peradangan dan risiko penyakit jantung.
Penulis: Sarah R. Megumi